SENANDIKA.REPUBLIKA.CO.ID — Sebuah karya film bisa diadaptasi dari kisah nyata ataupun fiksi semata. Belakangan, salah satu kasus di dunia nyata yang kerap digadang-gadang untuk dijadikan film, yaitu terkait Ferdy Sambo.
Menurut Dosen Budaya Populer Fakultas Komunikasi Universitas Padjajaran, Justito Adiprasetio, tentu sebuah film banyak yang diambil dari kisah nyata. Bahkan tidak sedikit yang mendulang sukses.
“Enggak apa-apa bagus kok, kan kita punya banyak kasus yang bisa di-filmkan, seperti Ryan Jombang, kayaknya di-filmkan tapi pendekatannya saja bagaimana kemudian film itu mencoba pendekatan realitas ketika disampaikan ke masyarakat,” kata Justito saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Dia mencontohkan, sejak awal, film Hollywood kerap mengambil cerita berdasarkan kejadian atau peristiwa nyata. Salah satunya In Cold Blood yang didasarkan pada novel.
Novel ini menceritakan secara merinci perihal pembunuhan empat anggota keluarga Clutter pada 1959 di komunitas pertanian kecil Holcomb, Kansas.
Menurut Justito, film tersebut sangat bagus dalam mengeksplorasi psikologi bukan semata horor. Lebih dari itu, mengeksplorasi dimensi psikologis korban pembunuhan satu keluarga.
Dalam konteks ini, tentu biasanya sutradaranya harus bisa memfilmkan kasus yang sudah terang benderang. Bagaimana pendekatan sutradara yang akan membuat film, siapapun itu, bergantung point of view-nya seperti apa.
Bagi Justito sendiri, tidak semua film perlu berisi pesan moral atau khotbah. Sebab tujuan dari film itu sendiri adalah memberikan pengalaman ke masyarakat atau penontonnya.
Hanya, yang perlu dipertimbangkan yakni terkait apakah pengalaman itu punya implikasi lebih jauh untuk publik? Hal itulah yang mungkin perlu dipertimbangkan oleh sutradara.
“Dari penjabaran bisa menangkap banyak hal, pendekatan realisme atau tidak, harusnya ngasih point of view dari masyarakat. Menurut saya itu akan memperkaya sekaligus memberikan wawasan imajinasi tentang sesuatu,” katanya menambahkan.
Santi Sopia