REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Taliban menghentikan kuliah bagi pelajar perempuan Afghanistan menuai kecaman dunia internasional. Tidak hanya negara Barat, tapi juga negara mayoritas Muslim menyayangkan langkah Taliban tersebut.
Di dalam negeri, para mahasiswi pun sangat kecewa dengan putusan itu. Banyak mimpi yang mereka kejar akhirnya terancam pupus. "Tidak ada satu pun di dunia yang dapat memahami apa yang dijalani perempuan Afghanistan sekarang," ujar seorang mahasiswi berusia 22 tahun seperti dilansir laman theprint.in, Jumat (23/12/2022).
Mahasiswi itu mengaku ingin lulus dan belajar di Oxford untuk menempuh pendidikan lanjutan di bidang ekonomi. Ia pun berusaha keras dengan belajar bahasa Inggris. "Namun setelah larangan Taliban ini, saya sekarang terjebak di rumah. Saya ingin buat perubahan di dunia, namun semua rencana itu terkungkung sudah," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Tnggi di bawah pemerintahan Taliban, Nida Mohammad Nadim, membela keputusannya untuk melarang perempuan mengakses perguruan tinggi.
Nadim mengatakan, larangan yang dikeluarkan awal pekan ini diperlukan untuk mencegah percampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata pelajaran yang diajarkan di kampus melanggar prinsip-prinsip Islam. Dia mengatakan larangan itu berlaku sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Dalam sebuah wawancara dengan televisi Afghanistan, Nadim menolak kecaman internasional yang meluas, termasuk dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Arab Saudi, Turki dan Qatar. Nadim mengatakan, orang asing harus berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan.
Nadim merupakan mantan gubernur provinsi, kepala polisi dan komandan militer. Nadim diangkat menjadi menteri oleh pemimpin tertinggi Taliban pada Oktober. Sebelumnya, dia berjanji untuk menghapus sekolah sekuler.