REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) meminta penerapan kapal pandu dan tunda di pelabuhan sesuai PM 57 Tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal. Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan saat ini kerap terjadi pelayanan penundaan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang tidak sesuai aturan tersebut.
“Masih ada BUP atau badan usaha penyedi jasa penundaan tidak memiliki unit tunda yang daya kudanya sesuai dengan panjang kapal, sehingga cost operasional pelayaran menjadi lebih besar,” kata Carmelita, Jumat (23/12/2022).
Dia mencontohkan, kapal dengan panjang 150 meter yang semestinya cukup dilayani dengan satu unit tunda dengan jumlah daya kuda 2.000 DK, namun karena tidak tersediaannya unit tunda dengan daya kuda yang sesuai maka digunakan unit tunda yang memiliki daya kuda yang lebih besar. Kondisi itu mempengaruhi besaran pemakaian bahan bakar minyak (BBM) kapal tunda yang dibebankan kepada pelayaran.
“Hal ini menyebabkan biaya operasional pelayaran mengalami kenaikan. Karena itu, Carmelita meminta kepada BUP agar menyediakan kapal tunda dengan jumlah daya kuda yang sesuai,” ucap Carmelita.
Carmelita mengharapkan seluruh BUP dapat menyediakan kapal tunda sesuai dengan PM tersebut. Dia juga mengharapkan pemerintah berkenan melakukan perubahan PM 57 Tahun 2015 sehingga pelayanan jasa pandu dan tunda di pelabuhan akan lebih kompetitif yang pada akhirnya akan ikut menekan biaya logistik kita di masa mendatang.
“Penggunaan kapal pandu dan tunda yang sesuai merupakan kepentingan bersama dalam rangka menekan biaya logistik Indonesia,” tutur Carmelita.