Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hidayatul Maqhfiroh

Metaverse Pendidikan, Dampak Pandemi atau Tuntutan Zaman?

Teknologi | Saturday, 24 Dec 2022, 00:36 WIB

Nila Ubaidah, S.Pd., M.Pd. (Dosen Pendidikan Matematika FKIP Unissula)

Hidayatul Maqhfiroh (Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika FKIP Unissula)

Pernahkan terlintas dibenak kalian pada belasan tahun silam, tentang ruang maya yang sekarang sering kita singgahi setiap harinya? Mungkin pada tahun 2000an kita tidak pernah membayangkan bahwa seseorang di ujung pulau sabang dapat bertemu seseorang yang lain di ujung pulau mereuke hanya dalam satu genggaman tangan yaitu dalam bentuk handphone. Itulah salah satu dampak pesatnya perkembangan teknologi di era digital.

Dampak perkembangan teknologi digital yang lain adalah semakin ramainya platform media sosial yang bermunculan di kalangan masyarakat. Contohnya seperti Facebook, Instagram, Whatsapp, Twitter, Google, Gmail, Zoom, Google Meet, YouTube, Tiktok dan sebagainya. Sehingga dampak perkembangan teknologi digital tak luput mempengaruhi tatanan budaya masyarakat di Indonesia.

Platform “Google” memiliki pengaruh besar untuk kita di dalam menerima informasi, mereka memudahkan kita untuk mendapatkan informasi apapun dari berbagai sektor, mulai dari sektor Pendidikan, Kesehatan, Sejarah, Perekonomian, Politik, Pemerintahan dan lainnya, bahkan kita dapat mengetahui berita up to date yang terjadi di dalam maupun diluar negari sekalipun. Kita hanya perlu mengetikkan keyword yang berkaitan dengan apa yang kita cari, maka mesin peramban akan terdorong untuk menyajikan informasi atau hasil pencarian sesuai keyword. Google dapat diakses dimana saja dan kapan saja melalui gadget yang terhubung dengan internet. Sehingga tidak ada alasan kita untuk tidak mengetahui informasi, karena kuncinya sudah ada di ujung jari kita sendiri.

Platform yang lain seperti Whatsapp, Facebook, Instagram memudahkan kita untuk melakukan interaksi secara maya. Selain menyuguhkan interaksi dua arah melalui audio (Telepon), platform-platform ini juga menyuguhkan pembaruan berupa komunikasi dua arah secara audio visual. Jadi selain kita dapat saling berbincang layaknya di telepon, kita juga dapat berkomunikasi secara tatap muka di ruang maya atau yang sering dengan disebut Video Call. Sehingga jarak sudah tidak menjadi hambatan kita untuk tidak saling bertegur sapa, mempererat tali persaudaraan, maupun menambah relasi pertemanan.

Pada akhir tahun 2019, Wabah penyakit Covid-19 muncul dan menyerang seluruh bagian negara di dunia. Sebagian besar kegiatan yang biasanya dikerjakan diluar ruangan terpaksa di alihkan ke rumah masing-masing, sehingga mobilitas manusia mengalami penurunan. Kegiatan profesi dihimbau untuk dikerjakan di rumah saja, bahkan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi diliburkan agar wabah tidak semakin menyebar. Pada tahun-tahun tersebut, Pendidikan dituntut untuk tetap berjalan dengan keterbatasan ruang dan mobilitas. Satu-satunya solusi dalam situasi ini adalah melakukan pembelajaran secara daring (dalam jaringan) atau disebut dengan pembelajaran online/vitual. Para pendidik, siswa, dan orang tua siswa diharapkan untuk bisa menjalin kerjasama yang baik dan mereka juga dituntut untuk memahami serta mengikuti perkembangan teknologi digital.

Teknologi digital sangat membantu para subjek pendidikan dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Seperti Zoom dan Google Meet yang banyak digunakan para pendidik untuk melakukan pertemuan tatap muka di ruang maya bersama para siswa. Platform ini juga dilengkapi fitur share screen sehingga siswa dapat membaca materi di power point yang telah dibuat oleh guru atau dosen layaknya menyimak materi di papan tulis. Bahkan sebelum pandemi menyerang, sudah banyak platform yang menyediakan layanan belajar mandiri secara online baik berbayar maupun tidak, misalnya Zenius, Ruang Guru, dan Quipper School. Mereka menyediakan puluhan ribu video berisi materi pembelajaran di semua jenjang Pendidikan.

Dampak pandemi membawa sisi positif tersendiri, sehingga siswa dapat melakukan pembelajaran di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Bahkan tak dapat dipungkiri, banyak perguruan tinggi yang menerapkan perkuliahan secara online atau berbasis virtual sebelum adanya pandemi, namun dampak pandemi covid-19 ini membuat perkembangan kampus virtual menjadi semakin pesat. Pada akhirnya, teknologi lah yang menjadi inti di dalam membangun peradaban pendidikan di era digital.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, dunia virtual juga merambah dan berkembang menjadi nama Metaverse. Metaverse disini diartikan sebagai dunia virtual tak terbatas yang sengaja dibuat menyerupai dunia nyata, disini kita dapat beraktivitas layaknya di dunia nyata seperti belajar, berdiskusi, bermain, bekerja, bahkan belanja dengan fasilitas teknologi yang tentunya lebih canggih. Di Metaverse kita bebas membuat daerah kita sendiri, misalnya gedung kampus, kantor, tempat bermain, perpustakaan, dan lain-lain. Kita hanya perlu login ke dunia virtual menggunakan ID dan avatar masing-masing, lalu kita dapat melakukan interaksi seolah-olah kita sedang bertemu secara langsung, sehingga komunikasi jarak jauh akan menjadi semakin menarik dan menakjubkan.

Metaverse diwujudkan secara virtual melalui pembauran antara Virtual Reality (VR), Augmented reality (AR), dan berbagai perangkat lainnya. Virtual Reality (VR) memungkinkan kita untuk berinteraksi di dunia 3D layaknya di dunia nyata, sedangkan Augmented Reality (AR) mengkolaborasikan antara benda maya 2D atau 3D kedalam sebuah lingkungan dunia nyata. Keduanya sama-sama memiliki peran penting untuk membangun peradaban Pendidikan di era digital. VR dan AR juga dapat digunakan untuk pembelajaran bermakna sehingga dapat memudahkan siswa dalam memahami pelajaran. Misalanya penggunan Virtual Reality (VR) di dalam Pendidikan salah satunya adalah melakukan study tour secara virtual tanpa harus melakukan perencanaan dan pengeluaran biaya yang terperinci, dengan menggunakan aplikasi berbasis VR kita dapat mengelilingi dunia dan mengetahui mengenai budaya, seni, serta arsitektur bangunan tersebut. Mereka menyajikan informasi yang sangat lengkap sehingga siswa dapat touring sekaligus belajar dengan dukungan aplikasi berbasis VR ini. Virtual Reality (VR) juga dapat diterapkan untuk membangun kampus secara virtual, jadi pihak perguruan tinggi dapat membangun gedung-gedung kampus secara 3D di dunia maya layaknya di dunia nyata. Kampus virtual ini memiliki auditorium, perpustakaan, ruang kelas, masjid, dan lain-lain layaknya kampus pada umumnya di dunia nyata. Konsep ini telah di terapkan oleh salah satu kampus virtual yaitu Universitas Siber Muhammadiyah Yogyakarta. Untuk dapat memasuki kampus virtual ini, kita hanya perlu login menggunakan ID dan memilih avatar sesuai yang kita inginkan, lalu kita dapat berkeliling dan mengunjungi gedung-gedung serta fasilitas yang ada di kampus virtual. Sedangkan Augmented Reality (AR) dapat diterapkan untuk pembelajaran Biologi seperti mempelajari anatomi hewan tanpa melakukan pembedahan secara langsung, namun melakukan praktik pembedahan secara virtual. Lalu membantu kita untuk mempelajari ilmu astronomi, tata surya,dan rasi bintang. Serta bermanfaat untuk pembelajaran geografi, sehingga siswa dapat melihat peristiwa gunung Meletus, angin puting beliung dan lain sebagainya secara lebih nyata, melalui layar komputer ataupun handphone benda akan tampil diatas papan paddle yang telah diprogramkan.

Melihat beberapa kelebihan metaverse diatas, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan. Meskipun metaverse memberikan kesempatan kita untuk memperoleh ilmu yang lebih luas, fleksibel dan melakukan interaksi dengan siapapun diseluruh penjuru dunia secara mudah, namun jika penerapannya tanpa memperhatikan kontak fisik secara langsung antar manusia, maka akan mengganggu jiwa sosial yang ada di dalam diri siswa, kemungkinan juga mereka akan tidak mengenali muka dan sifat temannya sendiri, bahkan kemungkinan terburuk mereka akan susah melakukan interaksi sosial secara langsung, sebab terlalu asik bermain di dunia metaverse. Lalu mengenai infrastrukur di Indonesia yang kurang memadai, belum meratanya akses internet, justru akan membuat kesenjangan di desa-desa terpencil yang berdampak terhadap kualitas sumber daya yang tidak merata, dan akan berbuntut terhadap perbedaan kualitas Pendidikan di setiap daerahnya. Kemudian mengenai perangkat-perangkat yang digunakan metaverse, Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) merupakan teknologi yang super canggih, tak heran jika keduanya memiliki harga jual yang relatif tinggi berkisar pada 400-700 US dollar atau jika dirupiahkan berkisar 6 juta sampai 11 juta per item, terkecuali jika para innovator dan anak bangsa dapat membuat sendiri perangkat ini dengan budget yang lebih terjangkau, sehingga nanti metaverse ini dapat di akses oleh semua kalangan masyarakat di Indonesia.

Semakin majunya perkembangan teknologi digital, keseimbangan antara dunia nyata dan virtual harus lebih diperhatikan, metavers hanya akan menjadi jembatan dan transportasi bagi Pendidikan Indonesia yang lebih maju. Namun esensi dari kehidupan hanya ada di dunia nyata. Pembelajaran menggunakan pola kombinasi online dan offline (Hybrid) akan menjadi pilihan yang tepat, dan diharapkan penyediaan infrasutktur dapat secepatnya merata agar Indonesia dapat mengejar ketertinggalan pendidikan dari negara-negara lain. Kita juga harus bersiap dan beradaptasi untuk Pendidikan yang lebih maju bersama metaverse.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image