Sabtu 24 Dec 2022 20:10 WIB

Saat Taliban Mengkhianati Sejarah Muslimah

Pendidikan bagi perempuan sudah ada sejak awal mula Islam.

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Fitriyan Zamzami
 Para siswi Afghanistan berfoto di ruang kelas di Kabul, Afghanistan, Kamis (22/12/2022).
Foto: AP/Ebrahim Noroozi
Para siswi Afghanistan berfoto di ruang kelas di Kabul, Afghanistan, Kamis (22/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Sudah sejak lama, kelompok Taliban yang kembali menguasai Afghanistan sejak Agustus 2021, kerap mengeluarkan kebijakan kontroversial. Kendati demikian, belum ada yang memunculkan kecaman menyeluruh dari Dunia Islam seperti kebijakan terbaru mereka.

Pada Rabu (21/12/2022), Taliban menjalankan pelarangan kuliah bagi Muslimah. Pasukan-pasukan bersenjata menjaga kampus-kampus untuk mengusir perempuan yang ingin masuk kampus. 

Ini perluasan dan langkah pamungkas pelarangan pendidikan di semua tingkat sekolah bagi perempuan di Afghanistan. Sebuah pelanggaran terhadap salah satu janji utama soal moderasi dan akses pendidikan bagi semua saat Taliban mengusir pendudukan Amerika Serikat setahun lalu.

photo
Taliban berjaga di luar Universitas Kabul di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. - (EPA-EFE/STRINGER)

Terkait kebijakan itu, negara-negara Muslim serentak melayangkan kecaman. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Turki, Indonesia, seluruhnya mendesak Taliban mencabut kebijakan tersebut. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menyuarakan penolakan terhadap kebijakan tersebut. 

Kementerian Pendidikan Tinggi Taliban berdalih bahwa kebijakan itu seturut syariat Islam. Mereka menyatakan bahwa pendidikan tinggi hanya akan mencampuradukkan lelaki dan perempuan. Mereka juga menilai ada sejumlah mata pelajaran yang tak pantas diikuti perempuan.

Sementara negara-negara mayoritas Muslim lainnya menyatakan bahwa kebijakan itu justru melawan fundamental Islam lainnya soal kewajiban mengejar ilmu bagi Muslim maupun Muslimah. Bahkan di antara para ulama di Afghanistan, kebijakan Taliban juga ditolak dengan alasan serupa. "Islam adalah pembawa panji hak-hak perempuan, termasuk hak mereka untuk memeroleh pendidikan dan bekerja," tulis sekelompok ulama di Taliban pada Selasa (20/12/2022) seperti dikutip VOA. "Tak ada satupun pelanggaran syariah dalam mendidik perempuan," mereka menekankan.

Secara historis, merujuk rentang panjang sejarah Islam, kebijakan Taliban memang unik. Pada masa Rasulullah (semoga damai untuknya selalu), misalnya, pendidikan bagi perempuan terekam dengan baik. Salah satu guru pertama dalam Islam yang mengajari baca tulis pada masyarakat adalah perempuan bernama Syifa binti Abdullah bin Abdu Syams.

Bukan hanya dibolehkan, ia diperintahkan Rasulullah untuk mengajar. Salah satu muridnya adalah Hafsah bint Umar bin Khattab sang istri Rasulullah. "Mengapa tidak kau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya menulis," ujar Rasulullah kepada Syifa saat menemukannya sedang duduk disamping Hafshah seperti tercatat dalam hadits riwayat Abu Daud.

Sementara majelis Rasulullah juga terbuka untuk lelaki dan perempuan. Pada masa awal Islam, perempuan-perempuan ikut belajar di Darul Arqam, lokasi madrasah rahasia di Makkah. Di Madinah, dalam sepekan bahkan ada waktu khusus bagi para perempuan untuk belajar Islam dari Rasulullah.

Jawed Anwar dalam artikelnya untuk Muslims Weekly menekankan bahwa perempuan-perempuan dalam Islam adalah sedianya pelopor bagi pendidikan. Aisyah sang istri Nabi, misalnya, adalah juga pelopor madrasah bagi perempuan. Terkenal dengan kecerdasannya, sejak Rasulullah wafat majelis yang digelar Aisyah selalu penuh dengan murid-murid, baik lelaki maupun perempuan, tentu dengan tabir yang menjaga kehormatan masing-masing 

Yang terutama sangat ironis dari kebijakan Taliban adalah, pendiri universitas tertua di muka Bumi yang masih beroperasi hingga saat ini adalah seorang Muslimah bernama Fatimah al-Fihri. Kampus di Masjid Qarawiyyin di Fez, Maroko yang berdiri sejak 857 itu diakui Guinness Book of Records sebagai lembaga pendidikan tertinggi tertua yang mengeluarkan ijazah bagi murid-muridnya.

photo
Universitas Al-Qarawiyyin (Jamiah Al-Qarawiyyin), di Kota Fez, Maroko. - (imageshack.us)

Selama seribu empat ratus tahun lebih, belajar pada ulama perempuan adalah hal lumrah di dunia Islam. Ulama dari Jerman, Mohamad Jebara mencatat, ulama abad ke-12 Ibn al-Samaani dengan bangga mencatat bahwa ia belajar pada 69 ulama perempuan. Muhammad Ibn al-Najjar pada abad ke-13 mengklaim ia belajar pada 400 (!) ulama perempuan. Al-Sakhawi pada abad ke-15 belajar pada 60 perempuan. Imam Suyuthi (abad ke-16), satu dari dua Jalaluddin yang Tafsir Jalalain-nya masih jadi rujukan utama Mazhab Syafii hingga kini, menuliskan bahwa ia belajar pada 59 ulama perempuan. Sementara Nafisah binti Hasan terkenal sebagai guru yang dihormati betul oleh muridnya Imam Syafii.

Ibn Taimiyyah juga menceritakan, pada abad ke-14 hidup Zaynab bint al-Kamal dari Damaskus. Ia merupakan otoritas utama Mazhab Hanbali pada masanya. Muridnya yang paling ternama, sejarawan dan penafsir terkemuka Ibn Katsir. "Zainab biasa mengajar dari mimbar, ia berbicara dengan sangat fasih dan jelas," tulis Ibnu Taimiyyah. 

Pada abad ke-12, ada juga Fatimah as-Samarqandi. Bukan sekadar ulama yang cemerlang, ia juga adalah mufti alias hakim agung di Samarkand. Muridnya bukan main-main juga: Salahuddin al-Ayyubi sang penakluk Yerusalem.

Pada zaman modern, ada Rahmah el-Yunusiyah dari Minangkabau. Almarhumah adalah perempuan pertama di dunia yang mendapat gelar syaikhah alias profesor dari Universitas Al-Azhar di Kairo. Kemudian ada juga Adi Utarini dan Tri Mumpuni. Prof Adi Utarini masuk daftar "Nature's 10: Ten People Who Helped Shape Science in 2020" dari jurnal sains Nature. Sedangkan Tri Mumpuni masuk dalam 22 Most Influential Muslim Scientists dalam daftar "the 500 Most Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre. Ada juga Ars-Vita Alamsyah. Ia saat ini menjabat sebagai supply chain reliability engineer di SpaceX, perusahaan eksplorasi antariksanya Elon Musk. 

Sementara Sarah Al Amiri adalah ketua Dewan Ilmuwan UEA sekaligus President Emirates Space Agency. Ia yang memimpin misi negara itu mengirimkan pesawat nirawak ke Mars. Rekan senegaranya Noura al-Matroushi diperkenalkan pada 2021 lalu bakal jadi astronot perempuan Arab pertama. Dari Singapura, ada Jackie Ying, salah satu ahli bioengineering paling top dunia saat ini.

Artinya, baik fakta-fakta sejarah maupun pandangan ulama-ulama Muslim berujung pada kesimpulan bahwa kebijakan Taliban menghalangi perempuan menuntut ilmu adalah tindakan yang tak Islami. Menghalangi pendidikan tak punya akar pada syariat yang disepakati sebagian besar umat Islam sedunia. n

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement