Senin 26 Dec 2022 13:50 WIB

Menunggu Jokowi Mencabut Status PPKM

Angka sero survei terbaru akan menjadi penentu keputusan Jokowi mencabut PPKM.

Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo tiba untuk menyampaikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta. Jokowi mengatakan pemerintah berencana mencabut status PPKM sebagai tanda peralihan dari pandemi Covid-19 menjadi endemi. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo tiba untuk menyampaikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta. Jokowi mengatakan pemerintah berencana mencabut status PPKM sebagai tanda peralihan dari pandemi Covid-19 menjadi endemi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Amri Amrullah, Fauziah Mursid, Antara

Kasus Covid-19 baik itu kasus positif dan aktif di Indonesia terus mengalami tren penurunan. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada Ahad (25/12/2022) misalnya, mencatat kasus aktif covid di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 449 jiwa.

Baca Juga

Penurunan jumlah kasus aktif Covid-19 atau orang yang dirawat itu seturut dengan rencana pemerintah yang akan menghentikan operasional Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta pada akhir 2022. Kepala BNPB dan Ketua Satgas Covid-19 Letjen TNI Suharyanto sudah meneken surat bernomor B-404.N/KA BNPB/PD.01.2/11/2022 terkait rencana penutupan RSDC Wisma Atlet.

Masyarakat pun kini menunggu keputusan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berancang-ancang mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Namun, seusai meresmikan pengembangan Stasiun Manggarai tahap satu pada Senin (26/12/2022) pagi, Jokowi mengatakan, masih menunggu hasil kajian dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelum menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai penghentian PPKM.

“Belum, belum sampai. Untuk PSBB, PPKM belum sampai ke meja saya. Nanti kalau sudah selesai apalagi ini menyangkut sero survei, ini kajian-kajian yang harus saya minta harus detail, jangan sampai fail memutuskan sehingga sebaiknya kita sabar untuk menunggu,” ujar Jokowi.

Jokowi juga menyinggung kembali naiknya kasus Covid-19 di China. Merujuk kasus di China, Jokowi meminta jajaran terkait memberikan kajian yang komprehensif, khususnya hasil terkahir sero survei yang dilaksanakan Kemenkes.

Untuk mengantisipasi lonjakan kasus seperti yang tengah terjadi di Cina saat ini, Jokowi menyampaikan jika hasil sero survei nanti menunjukkan angka di atas 90 persen, maka artinya imunitas masyarakat Indonesia sudah baik.

“Asal nanti sero survei kita sudah di atas 90 (persen), ya kita artinya imunitas kita sudah baik. Ada apa pun dari mana pun ya nggak ada masalah,” kata dia.

Berdasarkan hasil sero survei terakhir yang dirilis Kemenkes pada Juli 2022, sebanyak 98,5 persen masyarakat di Indonesia telah memiliki antibodi SARS-CoV-2 yang membuat tubuh masyarakat memiliki imunitas terhadap Covid-19. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan periode Desember 2021 yakni sebanyak 87,8 persen. 

Berdasarkan sero survei terakhir, kadar antibodi SARS-CoV-2 yang dimiliki masyarakat Indonesia itu meningkat lebih dari empat kali lipat. Jika pada Desember 2021 secara rata-rata masyarakat Indonesia memiliki 444,1 unit antibodi SARS-CoV-2 per mililiter (U/ml), dalam waktu satu semester setelahnya atau Juli 2022, secara rata-rata angka tersebut meningkat signifikan menjadi 2097 U/ml atau hampir lima kali lipatnya.

Dalam kondisi peningkatan kadar antibodi SARS-CoV-2 yang signifikan, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menerima vaksin booster dibandingkan dengan para penerima vaksin lengkap yang terdiri dua dosis vaksin. Per awal November 2022, angka pemberian dosis vaksin ketiga di Tanah Air sayangnya baru menyentuh 27,8 persen penduduk.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, kondisi global kasus Covid-19 di beberapa negara masih cukup tinggi, misalnya di China dan India. Oleh karena itu, Dicky mengatakan, Indonesia perlu terus meningkatkan capaian vaksinasi agar pengendalian Covid-19 di Tanah Air bisa dipertahankan secara berkelanjutan.

Dicky mengatakan, cakupan vaksinasi primer dan booster harus di atas 80--85 persen. Sedangkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut per Desember 2022 cakupan vaksinasi penuh, yakni dosis pertama dan kedua serta booster pertama belum mencapai 80 persen.

"Ini harus dikejar, karena ini akan membuat percaya diri kita lebih besar," katanya.

Baca juga : Soal Keppres Penghentian PPKM, Jokowi Masih Tunggu Hasil Kajian

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement