Selasa 27 Dec 2022 21:33 WIB

Pengusaha Nilai Larangan Penjualan Rokok Secara Eceran Baru Sebatas Usulan

Pengusaha menolak rencana Jokowi larang penjualan rokok secara eceran atau ketengan.

Rep: Novita Intan/ Red: Andri Saubani
Gambar peringatan merokok (ilustrasi).
Foto: Republika/Friska Yolandha
Gambar peringatan merokok (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA-- Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang penjualan rokok eceran atau batangan pada tahun depan mendapat penolakan keras dari pelaku usaha. Adapun isu tersebut muncul setelah terbitnya Keputusan Presiden 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. 

 

Baca Juga

Keppres tersebut memuat usulan kementerian ke presiden, salah satunya untuk membahas revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan pada tahun depan, salah satu usulan pembahasannya yakni poin pelarangan penjualan rokok batangan.

“Kenyataannya, isu ini sengaja didorong sedemikian rupa oleh kelompok anti tembakau. Padahal pelarangan penjualan rokok eceran baru sebatas usul Kementerian Kesehatan kepada presiden, bukan keputusan seperti yang beredar di belakangan ini,” ujar Koordinator Komite Pelestarian Kretek Badruddin, Selasa (27/12/2022).

Badruddin menjelaskan masuknya rencana revisi PP 109/2012 yang diprakarsai oleh Kementerian Kesehatan sejatinya juga masih menjadi perdebatan dan belum meraih kesepakatan antar kementerian. Dia bilang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, termasuk para pelaku usaha tembakau, telah menolak rencana revisi. 

“PP 109/2012 sudah mengatur ketat regulasi pengendalian tembakau. Implementasinya masih memberikan ruang dapat dioptimalkan, sehingga sejatinya tidak perlu ada usulan revisi. Sebab aturan tersebut telah menyeluruh, termasuk mengatur larangan jual beli rokok kepada anak. Ini repotnya kalau kebijakan didorong oleh kepentingan-kepentingan dan titipan-titipan tertentu dibalik usulan revisi tersebut,” ucapnya.

Sementara itu Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menambahkan rencana revisi PP 109/2012 akan mengganggu ekosistem pertembakauan nasional dari hulu hingga hilir. Sebabnya, industri telah berada dalam tekanan situasi ekonomi dan tantangan yang bertubi-tubi.

“Yang saat ini tengah didorong sangat tidak adil, saat ini kondisi ekosistem tembakau bahkan belum pulih, tapi sudah mau dihantam berbagai regulasi termasuk kenaikan cukai. Karena regulasi di tembakau ini tidak hanya cukai, ada yang nonfiskal, seperti ada Perda Kawasan Tanpa Rokok dan PP 109/2012. Ini semua menghimpit ekosistem industri hasil tembakau,” ucapnya.

“Kalau tetap digerus kebijakan yang tidak berpihak, justru akan menjadi kontraproduktif. Apalagi, perekonomian saat ini baru pulih dari pandemi, dan sektor UMKM memiliki peran yang besar dalam menjaga ketahanan ekonomi pascapandemi kini. Kami ingin pemerintah juga realistis melihat kondisi ini, bagaimana UMKM, pedagang asongan sekarang perlu didorong pertumbuhannya,” ucapnya.

 

Ekosistem industri hasil tembakau, dijelaskan Budidoyo, memiliki sifat yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Oleh karenanya, regulasi-regulasi yang eksesif terhadap industri hasil tembakau pasti akan berdampak buruk, mulai dari petani tembakau dan cengkeh, para pekerja di pabrik hingga para ritel dan pedagang asongan.

Menurut Budidoyo, regulasi pengendalian tembakau sudah menunjukkan capaian yang baik. Selama lima tahun terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat prevalensi merokok telah menurun sebesar 3,4 persen. 

BPS mencatat prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen, menurun 70 bps dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 28,96 persen. Sementara prevalensi perokok anak, atau usia sama atau di bawah 18 tahun sebesar 3,44 persen atau 25 bps dibandingkan 2021 sebesar 3,69 persen. Angka ini juga terus menurun dibandingkan sejak 2018 dengan prevalensi sebesar 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen. 

 

photo
Harga jual rokok eceran per 1 Januari 2023 mengalami kenaikan. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement