REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) atau Badan Urusan Pengungsi PBB mendesak negara-negara untuk membantu pengungsi Rohingya yang terdampar di lautan. Desakan ini menyusul laporan sekurangnya 20 orang tewas dan ratusan lainnya mendarat di Indonesia setelah beberapa pekan terapung di Samudera Hindia.
"Hampir 500 pengungsi Rohingya telah mencapai Indonesia dalam enam pekan terakhir sementara banyak negara lainnya tidak bertindak meskipun banyak permohonan bantuan," kata UNHCR dalam sebuah pernyataan pada Selasa (27/12/2022).
Sebuah kapal terdampar di pantai provinsi Aceh, pulau Sumatera Indonesia pada Senin (26/12/2022). Kapal itu membawa 174 Rohingya, kebanyakan dari mereka mengalami dehidrasi, lelah dan membutuhkan perawatan medis mendesak setelah lama di laut.
Beberapa orang yang selamat menceritakan kisah kelaparan dan keputusasaan. Mereka mengatakan lebih dari 20 penumpang meninggal dalam perjalanan 40 hari dari Bangladesh ke Indonesia, karena persediaan makanan menipis dan kapal bocor.
"Kami datang ke sini dari kamp pengungsi terbesar Bangladesh dengan harapan masyarakat Indonesia memberi kami kesempatan pendidikan," kata Umar Farukh.
Ia berbicara di tempat penampungan yang penuh sesak dengan pria, wanita dan anak-anak Rohingya yang dirawat oleh petugas medis Indonesia. Sementara itu, pihak berwenang Thailand mengatakan setelah menyelamatkan enam orang yang ditemukan di tangki air yang mengapung di Laut Andaman. Para penyintas melaporkan perahu mereka ditolak aksesnya ke Malaysia dan kembali ke Bangladesh.
Pendaratan Senin di Indonesia adalah yang terbaru dari serangkaian pendaratan dan penyelamatan kapal Rohingya di sekitar Aceh dalam beberapa pekan terakhir. Insiden ini mendorong otoritas Bangladesh untuk mencoba dan menghentikan orang-orang yang mempertaruhkan nyawa mereka di atas kapal ke Asia Tenggara.
"Kami melakukan segala yang mungkin untuk menghentikan mereka melakukan perjalanan berbahaya," kata Komisaris Repatriasi dan Bantuan Pengungsi Bangladesh Mohammad Mizanur Rahman.
Muslim Rohingya telah lama dianiaya di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Selama bertahun-tahun, banyak dari mereka melarikan diri ke negara-negara tetangga seperti Thailand, Bangladesh, Malaysia dan Indonesia yang mayoritas Muslim. Mereka melarikan diri antara November dan April ketika laut lebih tenang.
Hampir 1 juta orang hidup dalam kondisi padat di Bangladesh, termasuk banyak dari ratusan ribu orang yang melarikan diri dari penumpasan mematikan pada tahun 2017 oleh militer Myanmar. Kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) telah mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah yang meninggalkan kamp, dari sekitar 500 pada tahun lalu menjadi sekitar 2.400 tahun ini.
Belum jelas apa yang mendorong eksodus yang lebih besar. Beberapa aktivis meyakini pencabutan pembatasan Covid-19 di sekitar Asia Tenggara bisa menjadi faktornya.
Pernyataan UNHCR menyusul pernyataan yang mengatakan bahwa tahun 2022 adalah tahun paling mematikan bagi Muslim Rohingya di lautan. Kelompok HAM mengatakan, satu kapal yang membawa 180 orang diyakini telah tenggelam pada awal Desember dan diduga semua penumpangnya meninggal dunia.