Kamis 29 Dec 2022 16:19 WIB

Soal Wacana Perbedaan Tarif KRL, Pengamat: Sulit Diimplementasikan

Pengamat transportasi menilai sulit menerapkan soal wacana perbedaan tarif KRL.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Bilal Ramadhan
Calon penumpang bersiap menaiki KRL Commuter Line di Stasiun Sudirman, Jakarta, Senin (19/12/2022). Pengamat transportasi menilai sulit menerapkan soal wacana perbedaan tarif KRL.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Calon penumpang bersiap menaiki KRL Commuter Line di Stasiun Sudirman, Jakarta, Senin (19/12/2022). Pengamat transportasi menilai sulit menerapkan soal wacana perbedaan tarif KRL.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Institus Studi Transportasi Darmaningtyas menanggapi skema baru tarif KRL yang dicetuskan oleh Kementerian Perhubungan. Dia mengatakan tarif KRL memang belum mengalami penyesuaian sementara inflasi terus bertambah. Padahal kenaikan tersebut dinilai tidak terlalu signifikan.

“Sebetulnya besaran kenaikan tidak terlalu signifikan karena hanya Rp 2.000 untuk 25 km pertama saja. Jadi, andaikan Anda pengguna KRL dan sekali perjalanan Anda bayar Rp 3.000 dengan kenaikan tersebut, Anda akan membayar menjadi Rp 5.000 dibandingkan dengan kenaikan angkutan online yang bisa naik kapan saja, kenaikan tarif KRL ini sebetulnya tidak signifikan,” kata Darmaningtyas kepada republika.co.id, Kamis (29/12/2022).

Baca Juga

Meski dinilai tidak signifikan, kenaikan tarif ini berdampak pada mereka yang mempunyai pendapatan pas-pasan. Untuk mengatasinya, Darmaningtyas menilai mereka bisa mengajukan keringanan yang nantinya akan diberikan tarif sesuai kemampuan. Menurut dia, subsidi ini menjadi tepat sasaran karena diberikan kepada mereka yang memerlukan.

Selain itu, dia juga menyoroti bahwa langkah subsidi itu lebih tepat dibandingkan harus menerapkan bayaran lebih kepada mereka yang berdasi atau orang kaya. Sebab, secara teknis, itu sulit dilaksanakan.

“Kalau kata dasi sebagai metafor saja untuk menggambarkan golongan mampu, maka akan ada problem menentukan indikator dan seleksinya. Penghasilan berapa juta batasan pendapatan mereka yang dikelompokkan menjadi golongan mampu? Siapa yang akan melakukan verifikasi dan bagaimana mekanisme verivikasinya?” ujarnya.

Sehingga gagasan membedakan tarif KRL berdasarkan kemampuan justru sulit diimplementasikan. Hal ini berbeda dengan tarif yang dibuat naik secara merata. Bagi mereka yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan subsidi.

“Ini basis datanya ada di Kementerian Sosial meskipun data tersebut tetap perlu diperbarui. Namun, mekanisme ini jauh lebih mudah verifikasinya. Sebab, sangat mungkin dari penumpang KCI di wilayah Jabodetabek yang sehari rata-rata sekarang mencapai 800 ribu, mungkin yang tidak mampu membayar kenaikan tarif sebesar Rp 2.000, hanya sekitar 10-20 persen saja. Memverifikasi data itu jauh lebih ringan dibandingkan dengan menyeleksi berapa persen dari 800 ribu yang masuk golongan mampu,” tambahnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh pengamat transportasi Deddy Herlambang. Dia menilai masalah tarif ini ironis. Jika memang diterapkan, ini baru ada di Indonesia. “Soal tarif di dunia mana pun, tarif itu selalu sama. Jadi, tidak ada pembeda antara orang mampu dan setengah mampu. Semua diberlakukan tarif sama,” kata dia.

Deddy menyebut langkah yang tepat adalah subsidi tepat sasaran. Bagi mereka yang tidak mampu dalam kategori gaji atau umr di bawah standar, mereka memerlukan subsidi. “Subsidi itu jelas datanya. Misal, kalau tidak mampu bayar tiket kereta silakan mendaftar ke RT/RW setempat baru diverifikasi ke Kementerian Perhubungan,” ucap dia.

Deddy menilai boleh saja pemerintah menaikkan tarif asalkan subsidi dijalankan dan yang menerima harus yang terbukti tidak mampu. Yang jelas, nantinya, jangan ada kecemburuan sosial timbul di antara penumpang KRL karena perlu adanya pendekatan sosiologis.

“Jangan sampai ada kecemburuan sosial. Orang yang mampu atau orang kaya merasa tidak disubsidi naik KRL dia merasa dilayani spesial karena tidak disubdidi. Di lain pihak bercampur sama yang disbusidi. Misal, itu kan kamu disubsidi, kamu berdiri saja saya harus duduk. Belum nanti ada konflik sosial, kerawanan sosial,” tambahnya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Perhubungan memberikan wacana soal tarif KRL. Nantinya, kelompok tertentu pengguna KRL akan menggunakan kartu berbeda untuk pembayarannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement