REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol memerintahkan perubahan tanggapan militer terhadap objek yang melanggar wilayah udaranya. Pernyataan Yoon pada Kamis (29/12/2022), diungkapkan setelah intrusi oleh drone Korea Utara menimbulkan kesulitan dalam menembak jatuh pesawat kecil.
Lima drone Korea Utara menyeberang ke Korea Selatan pada Senin (26/12/2022). Hal ini mendorong militer Korea Selatan untuk mengacak-acak jet tempur dan menyerang helikopter. Namun, serangan itu gagal menjatuhkan drone, yang terbang di atas wilayah Korea Selatan selama berjam-jam.
Yoon mengunjungi Badan Pengembangan Pertahanan milik negara untuk memeriksa kemampuan pengintaian dan pencegatan negara. Dia menyerukan perombakan sistem tanggapan terhadap “semua objek pesawat terbang”.
“Intrusi pesawat tak berawak Korea Utara ke wilayah udara kami adalah insiden yang tidak dapat ditoleransi. Kita harus membiarkan mereka belajar bahwa provokasi selalu ditanggapi dengan konsekuensi yang keras," ujar Yoon.
Yoon mengecam penanganan militer atas serangan pada Senin, yang merupakan serangan pertama sejak 2017. Yoon mendesak pihak berwenang untuk mempercepat penguatan unit drone. Militer mengatakan, mereka tidak dapat menembak jatuh drone karena terlalu kecil.
“Untuk mengamankan perdamaian, kita perlu mempersiapkan perang dengan kemampuan luar biasa, strategi pengadaan pertahanan Korea Selatan juga harus ditinjau sejalan dengan kemajuan senjata Korea Utara," kata Yoon.
Pada Kamis, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengatakan, militer Korea Selatan akan mengadakan latihan yang berfokus pada drone. “Militer kami akan melakukan latihan pertahanan udara bersama, mensimulasikan respons terhadap pesawat tak berawak berukuran kecil milik musuh,” kata seorang juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Utara dalam pengarahan reguler.