REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang wanita berusia 29 tahun memiliki kebiasaan mengonsumsi korek api selama bertahun-tahun. Kebiasaan ini ternyata muncul karena wanita tersebut mengalami defisiensi besi.
Berdasarkan laporan dalam Science Direct, pasien wanita ini dilarikan ke layanan darurat rumah sakit dengan keluhan nyeri perut serta sembelit. Keluhan ini dia rasakan sejak dua hari sebelum menyambangi layanan darurat rumah sakit.
"Pasien mengeluhkan kebiasaan memakan empat sampai lima pak korek api per hari selama 3,5 hingga empat tahun," jelas laporan tersebut, seperti dilansir Express, Kamis (29/12/2022).
Wanita tersebut biasanya mengonsumsi korek api di malam hari saat suami dan anak lelakinya sudah tertidur. Langkah pertama yang kerap dia lakukan sebelum mengonsumsi korek api adalah membuang bagian korek api yang bisa terbakar.
Selanjutnya, wanita tersebut akan menggigit sisa batang korek apinya menjadi potongan-potongan kecil. Potongan-potongan tersebut lalu direndam ke dalam air. Air beserta rendaman batang korek api inilah yang kemudian diminum oleh wanita tersebut.
"Dia mengatakan dia merasa dorongan yang sangat kuat untuk melakukan kebiasaan ini dan merasa bahagia saat melakukan tiap tahap tersebut dan tidak merasa geli," ujar laporan tersebut.
Keinginan kuat untuk menyantap sesuatu yang tak umum dimakan ini dikenal sebagai pica. Selain korek api, orang dengan pica bisa memiliki keinginan untuk menyantap beda lainnya seperti kertas, sabun, cat, hingga kapur.
Berdasarkan laporan, pasien wanita tersebut menyadari bahwa dirinya mungkin mengalami pica. Akan tetapi, dia memutuskan untuk tidak mencari pertolongan medis.
Pica merupakan sebuah gangguan makan yang bisa dipicu oleh beberapa hal, seperti defisiensi zat gizi tertentu serta gangguan mental. Pica umumnya tak memunculkan perubahan yang jelas pada penampilan seseorang. Oleh karena itu, penderita pica bisa menyembunyikan kondisinya tanpa diketahui oleh orang di sekitarnya.
Beberapa jenis pica mungkin tak membutuhkan perawatan medis. Akan tetapi, gangguan makan ini bisa memicu komplikasi serius bila penderita pica memiliki kebiasaan mengonsumsi benda asing.
Kondisi pica yang dialami oleh pasien perempuan tersebut kemungkinan didorong oleh defisiensi zat besi di sebagian area otak. Ironisnya, defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling banyak dialami oleh masyarakat dunia. Diperkirakan ada dua miliar orang di dunia yang mengalami defisiensi besi.
Defisiensi besi bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pola makan, kurangnya penyerapan zat besi di usus, hingga kehilangan darah. Gejala defisiensi besi bisa sangat beragam, mulai dari lelah, pucat, rasa seperti akan pingsan, hingga sakit kepala. Defisiensi besi yang tak ditangani sejak dini bisa memicu komplikasi yang lebih berat seperti anemia.
Kabar baiknya, defisiensi besi bisa dicegah agar tak memicu masalah kesehatan. Pada sebagian besar kasus, defisiensi besi bisa dicegah dengan meningkatkan asupan makanan kaya zat besi dalam keseharian.
Penggunaan suplemen zat besi juga bisa membantu. Akan tetapi, konsultasi dengan dokter sebaiknya dilakukan sebelum memutuskan untuk mengonsumsi suplemen.