Kamis 29 Dec 2022 19:42 WIB

G7 Desak Taliban Cabut Larangan Perempuan Afghanistan Bekerja di LSM

Larangan perempuan bekerja menempatkan jutaan warga Afghanistan dalam risiko.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Taliban berjaga di luar Universitas Kabul di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan untuk kuliah di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan diberikan. terhalang, sebelum melarang anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk Afghanistan, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang katanya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Taliban berjaga di luar Universitas Kabul di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan untuk kuliah di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan diberikan. terhalang, sebelum melarang anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk Afghanistan, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang katanya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Negara anggota G7 mendesak Taliban untuk membatalkan keputusannya melarang perempuan Afghanistan bekerja di organisasi non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Menurut mereka, hal itu menempatkan jutaan warga Afghanistan dalam risiko.

“Kami sangat prihatin bahwa perintah sembrono dan berbahaya Taliban yang melarang pegawai perempuan bekerja di LSM nasional serta internasional sangat membahayakan jutaan warga Afghanistan yang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk kelangsungan hidup mereka,” kata para menteri luar negeri (menlu) negara anggota G7 dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis Kementerian Luar Negeri Inggris, Kamis (29/12/2022), dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Para menlu negara anggota G7 menekankan, kaum perempuan benar-benar penting dalam operasi kemanusiaan dan kebutuhan dasar. “Kecuali mereka (perempuan) berpartisipasi dalam pengiriman bantuan di Afghanistan, LSM tidak akan dapat menjangkau orang-orang paling rentan di negara tersebut untuk menyediakan makanan, obat-obatan, perlengkapan musim dingin, serta material dan layanan lainnya yang mereka butuhkan untuk hidup,” kata menlu anggota G7.

Para menlu G7 menilai, Taliban terus menunjukkan penghinaan mereka terhadap hak, kebebasan, dan kesejahteraan rakyat Afghanistan. “Khususnya perempuan dan anak perempuan,” kata mereka.

Pada 24 Desember lalu, Taliban telah memerintahkan LSM lokal dan asing di Afghanistan untuk tidak membiarkan staf perempuan di lembaga mereka bekerja hingga pemberitahuan lebih lanjut. Perintah tersebut tak berlaku langsung untuk PBB. Namun banyak dari program PBB dilaksanakan oleh LSM yang harus tunduk pada keputusan Taliban.

Sejak perintah pelarangan dirilis akhir pekan lalu, sudah terdapat lima LSM asing yang mengumumkan akan menangguhkan pekerjaan atau operasinya di Afghanistan. Mereka antara lain Christian Aid, Save the Children, the Norwegian Refugee Council, CARE, dan The International Rescue Committee.

Juru bicara Kementerian Ekonomi Taliban Abdulrahman Habib mengatakan, pelarangan perempuan Afghanistan bekerja di LSM diberlakukan karena sejumlah pegawai tidak mematuhi interpretasi pemerintah tentang aturan berpakaian Islami bagi perempuan. Habib menyebut larangan itu bakal diterapkan hingga pemberitahuan lebih lanjut.

Keputusan Taliban melarang perempuan Afghanistan bekerja di LSM domestik maupun internasional diambil kurang dari sepekan setelah mereka mengumumkan pelarangan kuliah bagi kaum perempuan di sana. Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim mengatakan, larangan itu diperlukan guna mencegah percampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata kuliah yang diajarkan di kampus melanggar prinsip-prinsip Islam.

“Para perempuan belajar tentang pertanian dan teknik, tetapi ini tidak sesuai dengan budaya Afghanistan. Anak perempuan harus belajar, tetapi tidak di bidang yang bertentangan dengan Islam dan kehormatan Afghanistan," kata Nadim dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Afghanistan, 22 Desember lalu. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement