REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Moskow ingin segera memulihkan situasi di Ukraina dan mengakhiri perang secepat mungkin. "Melindungi kehidupan tentara dan warga sipil adalah prioritas Moskow," kata Lavrov dalam sebuah wawancara di sebuah program berita Rusia pada Rabu (28/12/2022).
"Kami ingin menyelesaikan situasi ini secepat mungkin, untuk mengakhiri perang yang sedang dipersiapkan Barat dan akhirnya dilancarkan melawan kami melalui Ukraina. Prioritas kami adalah nyawa tentara dan nyawa warga sipil yang masih berada di zona pertempuran," kata dia.
Namun, Lavrov mengatakan Moskow tidak memiliki keinginan untuk mengadakan pembicaraan dengan Barat. Hal itu terutama karena politikus Barat telah menyatakan bahwa keamanan di Eropa harus dibangun melawan Rusia.
Terkait pengiriman sistem rudal Patriot AS ke Ukraina, Lavrov mengatakan Moskow diberitahu melalui saluran diplomatik bahwa Washington tidak berniat untuk berperang langsung dengan Rusia. "Kami diberi penjelasan secara detail bahwa tidak ada rencana seperti itu, justru karena Amerika tidak ingin berperang langsung melawan Rusia. Mereka mengatakan akan memakan waktu beberapa bulan untuk mengoperasikan sistem Patriot, di mana prajurit Ukraina dapat menguasai teknologinya," ujar dia.
Dia mengatakan alasan utama mengapa Washington bersikeras melanjutkan inspeksi di bawah Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis adalah untuk "memahami apa yang menanti mereka jika terjadi konflik langsung dengan Rusia." Lavrov menyebut perubahan serius dalam posisi AS, mengklaim Pentagon mengatakan tidak dapat melarang Kiev untuk melakukan serangan di wilayah yang diakui secara internasional sebagai wilayah Ukraina, termasuk Krimea.
Menurut Lavrov, menteri luar negeri AS saat itu John Kerry mengatakan kepadanya pada tahun 2014 bahwa Washington tidak meragukan pilihan penduduk Krimea untuk bergabung dengan Rusia. Dia juga mempertanyakan logika Presiden AS Joe Biden, yang berbicara mengenai perlunya menghindari perang langsung dengan Rusia dan kekalahan Rusia di Ukraina.
Menurut Lavrov, militer AS sangat terlibat dalam konflik di Ukraina dan tidak ada saluran komunikasi antara militer Rusia dan Amerika untuk pencegahan insiden. Lavrov menyesali tidak adanya inisiatif perdamaian yang serius karena Barat tidak mengizinkan Ukraina melakukannya karena Rusia belum cukup "kehabisan tenaga" dalam konflik tersebut.
Dia menyinggung pernyataan yang disebutnya "munafik" mengenai kesiapan Kiev untuk memulai pembicaraan damai, tetapi Moskow enggan terlibat. Menurut dia, justru Kiev yang mengatakan tidak akan pernah duduk di meja perundingan sampai penduduk asli Ukraina-Krimea dibebaskan.
Lavrov pun menegaskan bahwa tahun depan Rusia akan tetap mempertahankan tujuannya demi kepentingan rakyat dan negara. "Saya yakin bahwa melalui ketekunan, kesabaran, dan tekad kami, kami akan mempertahankan tujuan mulia yang sangat penting bagi rakyat dan negara kami, secara konsisten selalu siap untuk dialog dan kesepakatan yang setara yang akan memastikan keamanan yang benar-benar setara dan tak terpisahkan di Eropa," tutur dia.