Jumat 30 Dec 2022 09:21 WIB

Senator DPD: Jika MK Kabulkan Coblos Tanda Gambar Masuki Ranah Politik Legislasi!

Inkonsestensi MK ancam sistem kepemiluan.

Partai politik saat kampanye pemilu 2009, ilustrasi
Foto: Nunu/Republika
Partai politik saat kampanye pemilu 2009, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator DPD, DR Abdul Kholik, mengatakan keinginan coblos tanda gambar partai pada pemilu yang akan datang bisa saja dilakukan kalau Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang saat ini sedang berlangsung. Namun hal itu akan menjadi preseden kemunduran sistem pemilu. Ini karena akan terjadi inkonsistensi.

"Bila gugatan itu dikabulkan MK maka lembaga ini terlalu dalam masuk ke ranah politik legislasi yang seharusnya menjadi domain DPR. Sebab, jika dirunut kembali, justru MK itulah yang mengawali pemberlakukan sistem suara terbanyak yakni dengan cara coblos caleg, bukan hanya coblos tanda gambar partai,'' kata Abdul Kholik, di Jakarta, Jumat pagi (30/12/2022).

Sebenarnya, lanjut Kholik, putusan MK tahun 2009 yang memberlakukan suara terbanyak itu telah memotong politik legislasi DPR yang hendak memberlakukan suara terbanyak secara gradual. Pada Pemilu 2004 misalnya, saat itu nomr urut berlaku tetapi kalau ada caleg yang memperoleh suara 100 persen dari bilangan pembagi pemilih (BPP), maka dia langsung terpilih. Selanjutya, pada Pemilu 2009, diberlakukan kuota 30 persen BPP, maka apabila ada caleg memperoleh suara 30 persen dari BPP, maka dia terpilih.

Baca juga : Gerindra Kembali Perkenalkan Prabowo ke Para Kiai di Jatim untuk Pilpres 2024

''Nah, oleh MK hal itu kemudian diubah menjadi suara terbanyak murni. Padahal kala itu DPR akan memberlakukan suara terbanyak murni baru pada Pemilu 2014. Akibat putusan MK pada tahun 2009 itu maka konsep gradual politik legislasi DPR teramputasi. Dengan begitu, jika MK akan memberlakukan kembali coblos gambar dan nomor urut caleg menjadi penentu, maka lembaga ini melakukan kemunduran,'' ujarnya.

Pada sisi yang lain, lanjut Kholik keinginan coblos tanda gambar yang ingin dilakukan pemerintah seperti diungkapkan oleh Menkopolhukam juga tidak tepat. Ini karena dikhawatirkan mempengaruhi independensi MK di dalam mengambil putusan. 

''Maka semua pihak harus menunggu putusan MK. Jangan menggembar-gemborkan soal ini. Sebaiknya kalaupun coblos diberlakukan itu merupakan putusan DPR dalam undang-undang pemilu,'' kata Kholik menandaskan.

Baca juga : Aksi Organisasi Imam Dunia Bela Yahudi yang Dikonotasikan Buruk di Pencarian Google

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement