Tahun 2022 telah menjadi tahun yang cukup menantang bagi perjalanan industri. Tidak hanya menjadi musim dingin bagi startup termasuk startup fintech, tetapi juga sebagian pihak turut mengatakan bahwa musim dingin investasi juga telah terjadi dan akan berlanjut hingga tahun 2023. Melihat hal ini, Indonesia Fintech Society (IFSOC) meyakini bahwa situasi saat ini justru akan mendorong adanya perubahan arah dari investasi yang ada di startup Indonesia menjadi lebih baik.
Ekonom senior sekaligus steering committee IFSOC, Hendri Saparini, menyampaikan bahwa selain dari faktor domestik, kondisi inflasi global yang disebabkan oleh masalah geopolitik dan makroekonomi telah turut memengaruhi investasi dan ekonomi digital. Hendri menyampaikan bahwa ini adalah hal yang wajar terjadi dalam pengaruhnya terhadap sektor investasi.
Baca Juga: Dogecoin Tahan Banting dari Hantaman Musim Dingin Kripto, Lebih Aman dari Bitcoin dan Ethereum!
"Jadi kalau kita melihat seperti ini maka wajar jika kemudian akan ada perlambatan di dalam investasi. Kalau kita melihat bagaimana dengan pendanaan fintech di Indonesia ternyata tahun 2022 itu tetap unik. Jadi walaupun ada lingkungan ekonomi yang kurang menguntungkan karena ada ketidakpastian dan sebagainya tetapi ternyata investasi yang terjadi di Indonesia, pendanaan yang ada di Indonesia itu masih tetap tumbuh dengan cukup bagus," tutur Hendri dalam acara media briefieng Catatan Akhir Tahun 2022 Fintech dan Ekonomi Digital pada Selasa (27/12/2022).
Nilai pendanaan startup fintech di Indonesia pada tahun 2022 naik 8,4% YoY dengan nilai sebesar US$1,42 triliun, dengan jumlah deals yang menurun. Rata-rata pendanaan tersebut mengalami peningkatan dari US$22,9 juta per deal (2021) menjadi US$34,6 juta per deal (2022).
"Jadi saya rasa apa yang kita khawatirkan bahwa akan ada perlambatan atau penghentian investasi di sisi teknologi ini akan berhenti di Indonesia rasanya tidak. Jadi kalau kita tahu, kalau ketidakpastian ekonomi dunia ini tentu akan mendorong investor global ini lebih selektif di dalam mendanai startup dan juga akan lebih fokus pada profitabilitas dibandingkan dengan growth. Ini kita paham sehingga ini di satu sisi ini sesuatu yang harus kita terima karena memang itu tren tidak hanya terjadi di Indonesia," terang Hendri.
Meskipun demikian, Hendri menambahkan bahwa di sisi lain, penurunan dan perlambatan investasi juga menjadi hal yang positif bagi industri startup di Indonesia. Di mana hal ini akan mendorong startup untuk melakukan penyesuaian dengan cara melakukan efisiensi dan optimisasi biaya pengeluaran serta mempersiapkan cash flow untuk memperpanjang runway. Ekosistem startup fintech juga mengalami transformasi sehingga membutuhkan penyesuaian terhadap model bisnis yang commercially viable. Perubahan ini kemudian mendorong iklim persaingan perusahaan fintech startup menjadi lebih sehat dan inovatif.
"Jadi IFSOC melihat apa yang terjadi saat ini justru bagus karena ini juga secara domestik ini akan mendorong adanya perubahan arah dari investasi yang ada di startup Indonesia," ujar Hendri.
Ia menambahkan, "jadi kalau kita melihat kalau begitu bagaimana dengan ke dapan 2023? 2023 investasi di startup fintech ini masih cukup menarik. Kalau tadi di lingkungan global ekonomi walaupun mengalami perlambatan tetapi secara umum pertumbuhan ekonomi kita 2022 masih cukup bagus di global maupun di domestik. Bahkan menurut kami pertumbuhan 4,5-5% itu masih bisa tercapai."
Dengan melihat pada kondisi pasar untuk investasi di startup fintech, Hendri menerangkan bahwa sektor konsumsi baik itu dari masyarakat dan perusahaan telah pulih dan bertumbuh mencapai angka 5,7 dan demikian juga terjadi pada sektor produksi yang kini terlihat bahwa industri mulai menggeliat dengan tren investasi yang cuku bagus.
"Tahun depan investasi bahkan akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah konsumsi rumah tangga. Jadi dengan kondisi yang seperti ini kami meyakini bahwa tahun depan investasi di startup fintech ini masih cukup bagus, jadi yang kita butuhkan adalah adanya penyesuaian terhadap model bisnis yang commercially viable. Jadi saya rasa ada hal yang perlu kita yakinkan untuk tidak perlu khawatir tentang tren investasi di fintech di Indonesia," pungkas Hendri.