REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Xi Jinping mengamankan masa jabatan ketiga pada bulan Oktober. Ia menjadi penguasa terkuat China sejak Mao Zedong. Xi didukung Komite Tetap Politbiro yang dipenuhi sekutu dan tidak ada tantangan dari politisi lainnya.
Jelang akhir tahun China dilanda gelombang unjuk rasa yang tidak pernah terjadi sebelumnya di masa pemerintahan Xi. Masyarakat memprotes kebijakan peraturan Covid-19 yang dianggap terlalu ketat sehingga mengganggu perekonomian dan psikologi warga.
Frustasi pada kebijakan nol-Covid-19 dan dampaknya tidak memberi gangguan yang berarti pada upaya Xi menambah masa jabatannya lima tahun lagi sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis China pada tahun 2020.
Pada tahun 2022 perekonomian China berada dalam jalur tumbuh sekitar 3 persen lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,5 persen. Kebijakan Covid-19 di negaranya menahan konsumsi dan mengganggu rantai pasokan sementara krisis di sektor properti masih berlanjut.
Hubungan Barat dan China yang buruk diperparah kemitraan "tanpa batas" Xi dengan Moskow tepat sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada Februari lalu. Ketegangan dengan Taiwan yang didukung Amerika Serikat (AS) juga terus berkembang.
Kunjungan luar negeri pertama Xi sejak awal pandemi dilakukan untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin pada bulan September. Pada bulan November ia bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) di pertemuan G-20 di Bali, Indonesia.
Di bulan yang sama unjuk rasa pecah di berbagai kota di China. Warga memprotes kebijakan ketat Covid-19 yang sudah diterapkan selama hampir tiga tahun. Unjuk rasa menyebar pertama sejak 1989.
Pada bulan Desember China melonggarkan berbagai kebijakan Covid-19. Tapi di saat yang sama lonjakan kasus infeksi juga merangkak naik. Pakar kesehatan dunia memperingatkan cakupan vaksin yang tidak cukup dan sistem kesehatan yang tidak siap dapat kewalahan menghadapi ledakan kasus infeksi.
Selama berpuluh-puluh tahun China menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan kunci utama rantai pasokan dunia. Perlambatan ekonomi atau disrupsi logistik terbaru baik karena Covid-19 atau ketegangan geopolitik dapat berdampak ke seluruh dunia.
Langkah Xi memantapkan cengkramannya dimulai sejak ia berkuasa satu dekade yang lalu. Ia membawa China ke arah yang lebih otoritatif dan yang menurut kritikus dapat menaikan resiko kesalahan dalam mengambil kebijakan.
Tidak setelah Kongres Partai Komunis China bulan Oktober lalu investor menjual aset Cina dan nilai mata uang yuan merosot ke titik terlemahnya dalam 15 tahu terakhir. Para investor khawatir di masa jabatannya ketiga Xi lebih fokus pada keamanan dan ideologi.