REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengatakan, mekanisme vaksinasi COVID-19 berbayar pada 2023 hingga kini masih dalam pertimbangan pemerintah. "Saat ini kami masih atur teknis pelaksanaannya, apakah harus berbayar atau melalui program pemerintah (gratis)," kata Mohammad Syahril dalam Talkshow: Masa Depan Pandemi COVID-19 di Indonesia yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Syahril yang juga menjabat sebagai Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso mengatakan vaksinasi COVID-19 merupakan bagian dari upaya dalam mengendalikan pandemi, di tengah ketentuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang telah resmi diakhiri per hari ini. Menurut Syahril, cakupan vaksinasi dosis primer di Indonesia sudah di atas 72 persen dari 234,66 persen masyarakat sasaran, atau telah memenuhi standar WHO.
Namun, pemerintah masih perlu mengejar vaksinasi booster atau dosis penguat 1, karena jumlah penerima manfaat masih berkisar 27 persen. Menurut Syahril, pemerintah telah menerima rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI bahwa vaksinanak di bawah 6 tahun sudah tersedia.
"Vaksinasi pada balita sudah direkomendasikan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) maupun saintis bahwa masyarakat kita perlu mendapatkannya," ujarnya.
Sedangkan vaksinasi pada kelompok usia 0--6 tahun hingga saat ini masih menunggu petunjuk teknis untuk pelaksanaan di Indonesia. Seperti diketahui, pemerintah tak lagi mengalokasikan anggaran khusus penanganan pandemi COVID-19 pada 2023. Tapi, anggaran kesehatan reguler tetap diproyeksikan naik pada tahun depan.
Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran kesehatan menjadi Rp168,4 triliun atau naik lebih tinggi dari tahun ini yang sebesar Rp133 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023. Penambahan anggaran kesehatan reguler itu bertujuan memperkuat sistem kesehatan di Indonesia yang fokus mewujudkan transformasi sistem kesehatan.