Jumat 30 Dec 2022 22:33 WIB

PPKM Dicabut, Indonesia Masuki Masa Transisi dari Pandemi ke Endemi

Angka-angka indikator pandemi Covid-19 di Indonesia di bawah rata-rata WHO.

Presiden Jokowi didampingi Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Mendagri Tito Karnavian, mengumumkan pencabutan kebijakan PPKM di Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12).
Foto: Republika/dessy suciati
Presiden Jokowi didampingi Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Mendagri Tito Karnavian, mengumumkan pencabutan kebijakan PPKM di Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dessy Suciati Saputri, Mabruroh

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (30/12/2022) akhirnya secara resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Setelah hampir tiga tahun berkutat dengan pandemi, Indonesia sepertinya akan beralih ke fase endemi Covid-19.

Baca Juga

"Berdasarkan angka-angka yang ada, maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022. Jadi tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat.

"PPKM dicabut mulai hari ini," tambah dia.

Dalam beberapa bulan terakhir ini, kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia semakin terkendali. Per 27 Desember 2022 tercatat terdapat 1,7 kasus per satu juta penduduk, positivity rate mingguan sebesar 3,35 persen, tingkat perawatan rumah sakit atau BOR sebesar 4,7 9 persen, dan angka kematian di angka 2,39 persen.

Angka-angka tersebut, kata Jokowi, berada di bawah standar WHO. Selain itu, seluruh kabupaten kota di Indonesia saat ini juga berstatus PPKM level 1 di mana pembatasan kerumunan dan pergerakan orang di tingkat rendah.

Dihentikannya kebijakan PPKM ini dilakukan melalui kajian yang sudah dilakukan lebih dari 10 bulan. Meski begitu, Jokowi meminta seluruh masyarakat agar tetap berhati-hati dan mewaspadai risiko penularan Covid-19, salah satunya tetap menggunakan masker di tempat keramaian dan ruang tertutup.

"Pertama, masyarakat harus meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan dalam menghadapi dari risiko Covid. Pemakaian masker di keramaian dan ruang tertutup harus tetap dilanjutkan, kesadaran vaksinasi harus terus digalakkan karena ini akan membantu meningkatkan imunitas," jelasnya.

Presiden pun menekankan agar vaksinasi di lapangan tetap harus berjalan, utamanya vaksinasi booster. "Dan dalam masa transisi ini Satgas Covid-19 pusat dan daerah tetap dipertahankan untuk merespon penyebaran yang cepat. Jadi satgas daerah tetap ada selama masa transisi," kata dia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun menegaskan, program vaksinasi booster akan tetap berjalan meskipun pemerintah telah mencabut kebijakan PPKM. Vaksinasi ini bisa membantu meringankan gejala yang dialami masyarakat jika tertular Covid-19.

Ia menjelaskan, mayoritas pasien Covid-19 yang meninggal dan mengalami gejala berat disebabkan karena belum mendapatkan vaksinasi. "Vaksinasi booster tetap dijalankan terutama yang belum. Yang masuk rumah sakit dan meninggal itu kebanyakan belum vaksin, kan kita 70 persen (target vaksin) tapi kan masih banyak, itu yang harus divaksin terutama orang tua," kata Budi saat memberikan keterangan pers di Istana Negara, Jakarta.

Menurut Budi, ketentuan tes antigen atau PCR ke depan tidak akan diwajibkan lagi oleh pemerintah. Melainkan, diharapkan menjadi kesadaran sendiri oleh masyarakat.

"Tes PCR, antigen apakah dihapus? Mungkin yang lebih tepat jawabannya begini, tidak akan menjadi sesuatu yang diwajibkan atau disuruh pemerintah. Tapi kita harapkan itu menjadi kesadaran masyarakat," kata Budi.

Adapun terkait pembiayaan pasien Covid-19, Budi mengatakan, bahwa pemerintah masih mengkaji kelanjutannya untuk 2023. Diketahui, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.104 Tahun 2020, biaya penanganan pasien Covid-19 sejak awal pandemi ditanggung oleh pemerintah.

"Secara bertahap nanti akan kita review (kaji). Tapi sekarang masih berlaku, jadi kalau ada yang sakit masih kita (pemerintah) tanggung, tapi kita akan segera me-review," kata Budi.

Budi mengemukakan kemungkinan pembiayaan pasien Covid-19 dikembalikan ke mekanisme pembiayaan kesehatan normal. Menurut Budi, perencanaan perubahan mekanisme pembiayaan pasien Covid-19 merupakan bagian dari langkah yang disiapkan pemerintah pada masa transisi dari pandemi Covid-19.

"Kalau dia dijamin BPJS (Kesehatan), ya pakai BPJS, kalau asuransi swasta pakai asuransi swasta, kalau tidak ya dia biaya sendiri," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement