REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para Aktivis Lintas Angkatan dari Bandung, Jakarta dan Yogyakarta menganggap gerakan kembali ke UUD 45 yang asli adalah tidak tepat. Karena ide tersebut akan dipakai oleh elit politik yang ingin memperpanjang masa jabatan. Bahkan ide kembali ke UUD 45 asli yang muncul saat ini merupakan salah satu agenda para oligarki yang ingin mendapat kekuasaan dengan cara murah dengan menguasai MPR.
Persoalan yang terjadi saat ini bukan pada amandemen UUD 45 sebagai anak kandung reformasi tapi pada peraturan turunan yaitu UU yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR. Parahnya, kesalahan tersebut disertai kecongkakan lembaga yang menyusun UU itu.
"Mereka menyusun UU yang menurut akal sehat jelas melanggar konstitusi dan kita diminta mengoreksi melalaui MK. Sementara kita tahu MK sudah senafas dengan kekuasaan yang selalu menyetujui hal prinsip yang disodorkan penguasa," ujar Jumhur Hidayat dalam Gathering Jaringan Aktivis Lintas Angkatan, yang berlangsung di Pendopo Bumi Paniis, Rumah Indro Tjahyono, Bekasi Jawa Barat, Jumat petang, (30/12/2022).
Jumhur mencontohkan kasus MK yang menetapkan UU Omnibus Law Inkonstitusional bersyarat. "Bagaimana bisa MK melegalkan kejahatan negara pada rakyatnya selama 2 tahun," ujar Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) ini.
Seperti diketahui, sekitar 60 Aktifis senior dari berbagai kota dan lintas generasi hadir dalam forum gathering yang berlangsung santai tapi penuh keakraban tersebut. Mereka seperti Indro Tjahyono, Inamul Mustofa, Santoso, Paskah Irianto, Agustiana, Febby Lintang, Iwan Sumule, Firman Tendry, Yus Suma Dipraja, Ucok Safti Hidayat, Anti Dodo, Henda Surwenda, Lek Jum (Jumali), Fikri Thalib, Adnan Balfas, Pril Huseno, Marlin Dinamikanto dan lain lain. Gathering ini mengangkat tema Merajut Keberanian dan Persaudaraan.
Para aktivis sepakat bahwa gerakan memperpanjang masa jabatan harus dilawan secara tegas. Pertemuan itu pun menyepakati perlunya membentuk Front di berbagai kota yang melibatkan berbagai elemen dan tokoh masyarakat. Mereka beranggapan bila para pejuang reformasi dan demokrasi pada lengah maka akan menyesal dan sudah tidak bisa berbuat apa apa lagi.
Sementara itu aktivis 78 dari ITB, Indro Tjahyono yang menjadi tuan rumah menyatakan aktivis yang peduli terhadap masalah kenegaraan dan kebangsaan merupakan sumberdaya demokrasi dan politik yang utama. Ia berharap pertemuan aktivis ini dapat dikembangkan sebagai modal sosial agar negara mampu melawan kekuatan anti demokrasi dan tetap pro rakyat.