REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irwan Kelana
Ketika Rasulullah berdakwah ke Thaif, lalu dimusuhi orang-orang Thaif, datanglah Malaikat Jibril yang menawarkan untuk meratakan dua gunung di Mekkah terhadap penduduk Thaif. Namun Nabi menolak tawaran Jibril itu. "Jangan. Siapa tahu Allah akan mengeluarkan seseorang yang mengucapkan (kalimat) 'la ilaha illallah' dari rahim mereka," jawab Rasulullah.
Apa yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad seperti diungkapkan dalam kisah di atas mengajarkan kepada umatnya tentang cara menghadapi perjuangan hidup. Yakni, ridha atas apapun ketentuan Allah dan optimistis menyambut masa depan yang lebih baik.
Ridha dan optimistis adalah kunci sukses dan bahagia hidup di dunia dan akhirat. Bahwa apapun terjadi, tak ada yang lepas dari ketentuan dan perhatian Allah. “… dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)….” (QS Al-An’am: 59)
Ridha juga menunjukkan bahwa kita selalu yakin takdir Allah adalah yang terbaik buat kita, menurut Allah SWT. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216).
Adapun optimistis adalah sikap yang lahir dan menjiwai hati dan pikiran kita sejak awal melakukan ikhtiar. Kita berikhtiar karena hal itu disuruh oleh Allah. Kita berikhtiar sebagai bagian dari ibadah kepada Allah. Kewajiban kita adalah berikhtiar, sedangkan berhasil atau tidaknya usaha kita tersebut merupakan hak Allah SWT. Namun kalau kita berusaha sungguh-sungguh, berdoa sepenuh hati dan bertawakkal sepenuh jiwa kepada Allah SWT, niscaya Allah pasti memberikan yang terbaik bagi kita.
Sejarah hidup para nabi menunjukkan bahwa mereka diuji oleh Allah SWT dengan berbagai macam ujian. Namun mereka ridha dan optimistis, sehingga akhirnya keluar sebagai pemenang.
Begitu pula, banyak orang sukses yang merengkuh kesuksesan tersebut setelah terlebih dahulu Allah uji dengan cobaan berat dalam hidupnya. Namun mereka pantang menyerah dan pantang pula berprasangka buruk kepada Allah. Mereka ridha dan optimistis, sehingga akhirnya berhasil mengubah kegagalan tersebut menjadi tonggak keberhasilan.
QS Ad-Dhuha (surat ke-93) dan QS Al-Insyirah (surat ke-94) mengajarkan kepada kita untuk selalu ridha atas apapun yang terjadi. Karena kita yakin bahwa Allah SWT tidak pernah meninggalkan kita. “Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak pula membencimu.” (QS Ad-Duha: 3)
Pada saat bersamaan, kita juga diajarkan untuk berikhtiar sebaik mungkin. Ikhtiar lahir-batin, dunia-akhirat. “Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang; dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya); dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).” (QS Ad-Duha: 9-11) “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain); dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS Al-Insyirah: 7-8).
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi Allah pasti punya rencana yang terbaik buat kita. Keridhaan kita menerima apapun takdir Allah dan sikap optimis kita dalam menjalani hidup menjadi kunci bahwa kita selalu punya harapan, dan bahwa kita tidak pernah sendirian menjalani biduk kehidupan.