REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Pada Malam Tahun Baru 1999, Boris Yeltsin, presiden pertama Federasi Rusia mengundurkan diri setelah delapan tahun menjabat. Kepresidenan kemudian diberikan kepada perdana menteri, Vladimir Putin.
Dilansir laman History, Sabtu (31/12/2022), Putin saat itu merupakan mantan perwira intelijen yang akan segera menjadi tokoh sentral dalam politik Rusia dan memainkan peran utama dalam urusan global di abad baru. Putin menghabiskan 15 tahun sebagai perwira intelijen di Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) dan penggantinya pasca-Soviet, Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) pensiun pada 1990.
Dia pindah ke St. Petersburg dan memasuki dunia politik. Empat tahun kemudian, Putin menjadi wakil wali kota. Yeltsin menjadikannya direktur FSB pada 1998. Ia sangat terkesan dengan Putin sehingga mengangkatnya sebagai perdana menteri pada tahun berikutnya.
Pengunduran diri Yeltsin melengkapi kenaikan enam tahun Putin dari pendatang baru politik menjadi presiden salah satu negara terbesar di dunia. Pendekatan Putin yang terorganisasi dan tenang sangat kontras dengan pendahulunya. Dia pun terpilih untuk masa jabatannya sendiri pada Maret 2000.
Sebagai nasionalis Rusia yang gigih, Putin mengirim pasukan untuk memadamkan pertempuran separatis di Chechnya dan dengan cepat bergerak untuk membatasi kekuasaan gubernur daerah serta media Rusia. Pada 2001, Presiden AS yang baru terpilih George W. Bush menarik negaranya dari Perjanjian Rudal Anti-Balistik 1972, dan kebijakan luar negeri Putin segera ditentukan oleh penentangan terhadap AS meskipun hubungan dekat yang telah dimiliki kedua negara selama masa jabatan Yeltsin.
Putin belum melepaskan kekuasaan sejak 1999. Setelah mengamandemen konstitusi Rusia, ia memenangkan masa jabatan ketiga sebagai presiden pada 2012 dan keempat pada 2018. Di bawah Putin, sebagian besar pengamat setuju bahwa Rusia menjadi lebih otokratis dan lebih agresif mencaplok Krimea. Peninsula pada tahun 2014 dan meluncurkan invasi habis-habisan ke Ukraina pada 2022.