Sabtu 31 Dec 2022 19:29 WIB

India Abstain di Majelis Umum PBB Soal Aneksasi Israel Terhadap Palestina

Resolusi meminta PBB memberi pendapat tentang konsekuensi hukum Israel.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Pendudukan Israel. India Abstain di Majelis Umum PBB Soal Aneksasi Israel Terhadap Palestina
Foto: republika
Pendudukan Israel. India Abstain di Majelis Umum PBB Soal Aneksasi Israel Terhadap Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- India memutuskan abstain di Majelis Umum PBB atas sebuah resolusi yang meminta pendapat Mahkamah Internasional tentang konsekuensi hukum dari pendudukan berkepanjangan Israel dan aneksasi wilayah Palestina.

PBB membuat rancangan resolusi tentang praktik-praktik Israel yang mempengaruhi hak asasi manusia rakyat Palestina di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur. Dari rancangan resolusi itu kemudian dilakukan pemungutan suara pada Jumat (30/12/2022).

Baca Juga

Dalam pemungutan suara, 87 suara mendukung, 26 menentang, dan 53 abstain, termasuk India. Resolusi tersebut memutuskan meminta badan peradilan tertinggi PBB untuk memberikan pendapat penasehat tentang konsekuensi hukum dari pelanggaran berkelanjutan oleh Israel terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, dari pendudukan berkepanjangan, penyelesaian dan pencaplokan wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967.

Termasuk langkah-langkah yang ditujukan untuk mengubah komposisi demografis, karakter dan status Kota Suci Yerusalem, dan dari penerapan undang-undang dan tindakan diskriminatif terkait. Resolusi itu juga untuk meminta jawaban dari pengadilan tinggi PBB yang bermarkas di Den Haag, tentang bagaimana kebijakan dan praktik Israel, pengaruh status hukum pendudukan, dan apa konsekuensi hukum yang timbul bagi semua negara dan PBB dari status tersebut.

AS dan Israel memberikan suara menentang resolusi tersebut. Sedangkan Brasil, Jepang, Myanmar, dan Prancis termasuk di antara mereka yang abstain.

Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, menyebut resolusi itu keterlaluan karena menurutnya menyerukan pendapat penasehat dari Mahkamah Internasional adalah noda moral pada PBB dan setiap negara yang mendukungnya.

Dia mengatakan, tidak ada badan internasional yang dapat memutuskan bahwa orang-orang Yahudi adalah penjajah di tanah air mereka sendiri. Ia juga mengungkapkan, keputusan apa pun dari badan peradilan yang menerima mandatnya dari PBB yang rusak secara moral dan dipolitisasi, sama sekali tidak sah.

Erdan menambahkan, keputusan untuk mengadakan pemungutan suara yang berurusan dengan Israel adalah contoh lain dari kerusakan moral PBB. Pemungutan suara ini juga mencegah posisi Israel untuk didengar. Dia pun menyinggung pernyataan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas pada Pekan Tingkat Tinggi Majelis Umum PBB September 2021. Saat itu Abbas mengumumkan dalam sambutannya bahwa jika Israel tidak mundur ke garis 1967 dalam waktu satu tahun, Palestina akan beralih ke Den Haag.

"Pemungutan suara hari ini adalah realisasi dari ultimatum Abbas," kata Erdan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement