Wacana Kembali ke Pemilu Proporsional Tertutup Disebut Kemunduran Demokrasi
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Warga melakukan pencoblosan surat suara pemilu di TPS. | Foto: Antara/Oky Lukmansyah
REPUBLIKA.CO.ID,
SURABAYA -- Ketua DPW Partai NasDem Provinsi Jawa Timur Sri Sajekti Sudjunadi menyoroti pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asyari yang mengungkapkan kemungkinan Pemilu 2024 kembali proporsional tertutup. Sajekti meminta KPU tidak membikin gaduh dan mengkhianati rakyat untuk berdemokrasi.
"KPU jangan menciptakan problem dan kegaduhan baru dalam kehidupan nasional, dan bahkan membuat kemunduran demokrasi kita," ujar Sajekti di Surabaya.
Sajekti pun meminta KPU lebih fokus melaksanakan tugasnya menyelenggarakan pemilu sesuai undang-undang yang berlaku saat ini. Serta melaksanakan tahapan pemilu dengan jujur, adil, terbuka, dan berintegritas tinggi. "KPU jangan menafikan partisipasi politik rakyat dalam pemilu yang sedang tumbuh dan bergairah," ujarnya
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya juga mengkritik statemen Ketua KPU Hasyim Asyari yang melontarkan kemungkinan sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024. Selain tidak patut dan tidak etis, menurutnya pernyataan tersebut juga melangkahi wewenang dan kapasitasnya.
"Demokrasi sepatutnya bukan memundurkan yang telah maju, tetapi memperbaiki dan menata ulang hal yang kurang saja," kata Willy.
Ia menerangkan, sistem pemilu jika benar kembali ke sistem proporsioanl tertutup, maka terjadi kemunduran luar biasa. Selain menutup peluang rakyat untuk mengenal calon legislatif, menurutnya cara tersebut sama saja membuat rakyat dipaksa memilih kucing dalam karung.
"Sistem proporsional terbuka dahulu dipilih untuk menjawab persoalan kesenjangan representasi. Ada kelemahan pengenalan dan saluran aspiratif rakyat dengan wakil rakyatnya. Dengan kembali ke proporsional tertutup artinya demokrasi kita mengalami kemunduran," kata dia.
Dikatakan, sistem proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, masyarakat bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai.
Ia tidak menyangkal masih ada pekerjaan rumah dan kekurangan dalam sistem pemilu yang dijalankan saat ini.
"Namun jangan karena kekurangan yang ada, pilihannya adalah kemunduran. Itu sesat pikir namanya. Kalau kita ingin memperbaiki maka harus maju cara berpikirnya, bukan beromantisme dengan sistem lama yang dulu kita koreksi sendiri," ujar Willy.