Ahad 01 Jan 2023 04:59 WIB

Wilayah Arab Miliki Tingkat Pengangguran Tertinggi di Dunia

Angka pengangguran di wilayah Arab mencapai 12 persen.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Dwi Murdaningsih
File foto: Seorang demonstran anti-pemerintah menghancurkan jendela bank saat protes terhadap krisis keuangan di Beirut, Lebanon, Selasa (28/4). Ratusan demonstran membakar dua bank dan melemparkan batu ke arah tentara yang dibalas dengan gas air mata dan tongkat dalam bentrokan yang dipicu oleh krisis ekonomi yang tidak terkendali.
Foto: AP/Hussein Malla
File foto: Seorang demonstran anti-pemerintah menghancurkan jendela bank saat protes terhadap krisis keuangan di Beirut, Lebanon, Selasa (28/4). Ratusan demonstran membakar dua bank dan melemparkan batu ke arah tentara yang dibalas dengan gas air mata dan tongkat dalam bentrokan yang dipicu oleh krisis ekonomi yang tidak terkendali.

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Wilayah Arab atau wilayah yang terdiri dari bangsa Arab memiliki tingkat pengangguran tertinggi di dunia. Hal ini menurut laporan PBB yang dirilis pada Jumat (30/12/2022).

Data itu dijelaskan dalam 'Survei Perkembangan Ekonomi dan Sosial di Wilayah Arab' yang diterbitkan oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat (ESCWA).

Baca Juga

Dilansir dari The New Arab, Sabtu (31/12/2022), komisi itu mengatakan bahwa wilayah tersebut mencatat tingkat pengangguran sebanyak 12 persen. Upaya pemulihan ekonomi dapat mendorong sedikit penurunan tahun depan menjadi 11,7 persen.

Lebanon memiliki tingkat pengangguran tertinggi, yakni sekitar 29,2 persen menurut laporan itu. Data ini kemungkinan akan terus tumbuh, mengingat krisis ekonomi dan politik yang berkepanjangan di negara Mediterania yang telah membuat mata uangnya anjlok nilainya. Alhasil, kondisi ini menjerumuskan jutaan orang ke dalam kemiskinan.

Menurut laporan tersebut, kemiskinan meningkat secara keseluruhan di seluruh wilayah. Kemiskinan memengaruhi 130 juta orang di seluruh dunia Arab. Tingkat kemiskinan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun depan, dan dapat mencapai 34 persen populasi pada tahun 2024.

Namun, ada beberapa kabar baik. PBB mengharapkan pertumbuhan sekitar 3,4 persen selama tahun depan. Inflasi diprediksi akan turun dari 14 persen menjadi 8 dan kemudian 4,5 persen dalam dua tahun ke depan.

Kemungkinan negara-negara Teluk penghasil minyak akan mencatat pertumbuhan tertinggi karena mereka terus mendapat keuntungan dari tingginya harga energi yang diperburuk oleh invasi Rusia ke Ukraina.

Pada saat yang sama, negara Teluk diperkirakan akan menderita dari tantangan sosial ekonomi utama seperti kenaikan biaya energi dan kekurangan pangan. Mereka juga harus berupaya mendiversifikasi ekonomi mereka dari bahan bakar fosil, kata Ahmed Moummi, penulis utama laporan tersebut.

"Situasi saat ini menghadirkan peluang bagi negara-negara Arab pengekspor minyak untuk mendiversifikasi ekonomi mereka dari sektor energi dengan mengumpulkan cadangan dan berinvestasi dalam proyek-proyek yang menghasilkan pertumbuhan inklusif dan pembangunan berkelanjutan", kata Moummi. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement