Sabtu 31 Dec 2022 23:54 WIB

Mengelilingi Labirin di Tengah Kota Hujan

Nama labirin karena di kampung itu banyak gang dan belokan.

Kampung Berseri Astra (KBA) bernama Kampung Labirin Astra Honda. Jembatan akses masuk Kampung Labirin Astra Honda, Kota Bogor, Jawa Barat.
Foto: Fuji Pratiwi/Republika
Kampung Berseri Astra (KBA) bernama Kampung Labirin Astra Honda. Jembatan akses masuk Kampung Labirin Astra Honda, Kota Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi, Jurnalis Republika

Suara shalawatan ibu-ibu terdengar dari seberang jembatan Kampung Kebon Jukut, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Senin (5/12/2022) pagi itu, puji-pujian untuk Rasulullah dilantunkan melalui speaker masjid dengan penuh semangat.

Menyeberang jembatan bercat hijau di atas Sungai Ciliwung, Republika mulai memasuki daerah yang sejak 2018 lalu menjadi Kampung Berseri Astra (KBA) bernama Kampung Labirin Astra Honda. Yang dituju adalah Rumah Ketua RW 10. Bertanya dua kali kepada warga, jawaban yang diberikan sama: lurus ke arah masjid.

Suara pengajian yang belum surut sebenarnya memberi petunjuk arah masjid. Namun, tidak demikian mudah ternyata. Gang-gang berkelok yang hanya cukup dilalui dua orang berhasil membuat Republika beberapa kali putar balik mencari jalan.

"Nama labirin karena di sini banyak gang dan belokan jadi yang orang sering nyasar. Makanya pengunjung kami sarankan pakai guide," kata Bendahara Kampung Labirin Astra Honda Nur Eka Wati saat akhirnya berhasil Republika temui di Rumah Ketua RW 10.

Eka bercerita, Kampung Labirin lahir melalui bantuan Terminal Hujan yang melihat potensi di sana. Terlebih, Wali Kota Bogor Bima Arya pernah mengatakan, kawasan Kampung Kebon Jukut sebenarnya terlihat indah dari kejauhan.

Terminal Hujan adalah lembaga nirlaba yang mengampu pengembangan pendidikan dan ekonomi komunitas Kampung Kebon Jukut bertahun-tahun sebelum kampung itu menjadi KBA. Dua penggawa Terminal Hujan, Anggun dan Sela, melihat Kampung Kebon Jukut punya potensi dikembangkan jadi lokasi wisata tematik. Mereka lalu mengajukan proposal kepada Yayasan Astra Honda Motor (AHM).

Ketua Yayasan AHM Ahmad Muhibbuddin menyampaikan, pada 2018, pihaknya berkomunikasi dengan para champion dan tokoh masyarakat setempat untuk mengembangkan potensi Kampung Kebon Jukut. Setelah diskusi dan musyawarah, akhirnya pada  1 Desember 2018, RW 10 Kampung Kebon Jukut diresmikan sebagai Kampung Labirin Astra Honda oleh Wali Kota Bogor Bima Arya bersama Yayasan AHM.

Yayasan AHM memberikan bantuan sarana prasarana, pembekalan pengetahuan, keterampilan dan pendampingan kepada masyarakat Kampung Labirin. Yayasan AHM juga mendorong pelaksanaan festival budaya dengan mendukung berbagai infrastruktur serta sarana prasarana berupa renovasi jembatan, pengecatan wilayah, dan pembuatan titik-titik untuk swafoto alias selfie.

Selain itu, Yayasan AHM juga mendukung kegiatan wisata air dalam bentuk donasi perahu dan perlengkapannya serta pembuatan dermaga. Saat ini, Yayasan AHM ini melakukan pembinaan UMKM khas Kampung Labirin yaitu emping jengkol.

"Yayasan AHM berharap Kampung Labirin Astra Honda beserta warganya bisa tetap tumbuh berkelanjutan secara mandiri dengan karakter yang kontributif dan kolaboratif," kata Muhibbuddin melalui pesan tertulis.

Terus Berinovasi

Dalam publikasi di akun Instagram Kampung Labirin, sepanjang 2019 setidaknya ada empat Festival Kampung Labirin yang dihelat. "Yang ditawarkan dari wisata di Kampung Labirin mulai dari produksi emping jengkol, atraksi seni, kuliner khas Bogor, penampilan musik stomp, hadroh, dan tari daerah," kata Eka Nur Wati, Bendahara Kampung Labirin Astra Honda.

Pada akhir Februari 2020, Festival Kampung Labirin sempat sekali digelar dengan menawarkan atraksi baru wisata air arung jeram. Lokasinya di sekitar jembatan masuk kampung.

Hantaman pandemi Covid-19 yang membuat mobilitas masyarakat dibatasi mau tak mau membuat festival di sana ngerem mendadak. "Selama pandemi Covid-19, kegiatan di Kampung Labirin hanya jalan saat ada kunjungan. Misalnya kunjungan anggota dewan atau mahasiswa yang penelitian," ungkap Eka.

Pengurus Kampung Labirin tak ingin wisata di sana berhenti setelah empat tahun berdiri. Pada 2021, sempat ada tur virtual bersama sebuah kampus dan peluncuran Kedai Labirin.

Pada 3 Desember 2022 , Kampung Labirin bersama sebuah kampus di Kota Bogor, menghelat wisata malam Labirin Mencekam. Setelah menjajal satu kali, wisata malam ini akan dilanjutkan pada 2023.

"Labirin Mencekam itu supaya kegiatan tetap berjalan walaupun sedang enggak ada event," kata Eka.

Setiap ada festival atau kunjungan, mereka yang datang dipersilakan melihat dan membeli produk UMKM Kampung Labirin. Yang paling khas di sana adalah emping jengkol yang produksinya sudah berlangsung lebih dari 60 tahun.

photo
Pengrajin Jengkol. Salah satu pengerajin emping jengkol di Kampung Labirin Astra Honda, Nyai Maryani. Nyai Maryani sedang menipiskan jengkol rebus menjadi emping secara tradisional. - (Fuji Pratiwi/Republika)

Usai berbincang di rumah Ketua RW 10, Eka mengajak Republika melihat langsung produksi emping jengkol. Melewati gang-gang berkelok, kami tiba di rumah Nyai Maryani. Dia sedang menipiskan jengkol rebus menjadi emping secara tradisional.

Nyai Maryani menggunakan alas dan penumbuk dari batu kali yang permukaannya sudah dihaluskan secara tradisional pula. Kedua batu itu sudah ia gunakan sekitar 40 tahun. Ia sendiri mulai membuat emping jengkol sejak usia 25 tahun.

Ditanya mengapa menekuni membuat emping, Nyai Maryani menjawab, "Di antara adik dan kakak saya, kebisaan kami beda-beda. Saya yang bisa membuat emping. Kegiatan ini sudah turunan dari nenek saya," tutur Nyai Maryani.

Ia menjelaskan, emping jengkol harus memakai jengkol tua sebab berpengaruh pada emping yang dihasilkan. Jengkol tua juga harum saat direbus. Hanya saja, saat sudah habis musimnya, harga jengkol jadi mahal, bisa sampai Rp 40 ribu per kilogram. Kalau begitu, para pengrajin kesulitan membeli karena modal terbatas.

Ia bersyukur, sekitar empat bulan belakangan ini, Kampung Labirin membuat terobosan dengan membentuk Koperasi UMKM Emping Jengkol yang didukung Yayasan AHM. Keikutsertaan pengerajin emping jengkol dalam koperasi bersifat sukarela.

Pengerajin yang bergabung, kata Nyai Maryani, bisa mendapat bantuan pembelian bahan baku jengkol oleh koperasi. Bahan baku itu lalu dijadikan emping yang dibeli dan dipasarkan koperasi ke pusat oleh-oleh khas Bogor. Penghasilan penjualan emping pengerajin di koperasi itu yang digunakan untuk membayar pinjaman pembelian bahan baku. Sementara untung yang diperoleh akan dibagihasil kepada pengerajin dan koperasi.

Nyai Maryani mengaku keberadaan koperasi membantu pengerajin sepertinya. "Karena pengerajin punya kepastian bahan baku jengkol dan pembeli emping," ujar dia.

Nyai Maryani pun membuat strategi agar produksi lancar. Saat jengkol sedang musim, ia memproduksi emping dalam jumlah banyak. Emping jengkol kering hasil dijemur panas matahari tahan disimpan berbulan-bulan. Sehingga saat jengkol langka, Nyai Maryani menjual stok emping jengkol kering.

"Saya sampai tidur bareng emping jengkol di rumah," kata Nyai Maryani.

Selain emping jengkol kering, Nyai Maryani juga menjual emping jengkol yang sudah digoreng. Harganya Rp 5.000 per bungkus.

Republika mencicipinya. Ada sedikit pahit setelah emping dikunyah, mirip emping melinjo. Saat emping sudah ditelan, dari kerongkongan terembus wangi khas jengkol.

Dari rumah Nyai Maryani, Republika diajak kembali menyusuri gang-gang Kampung Labirin. Tujuannya adalah area budi daya magot di tepi Sungai Ciliwung, dekat jembatan masuk kampung. Syawal, Rendi, dan Firman menyambut ramah. Ketiga pemuda itu adalah tim Satuan Tugas (Satgas) Naturalisasi Ciliwung di Kampung Labirin.

Sambil mengajak melihat-lihat tempat membesarkan magot, Syawal bercerita, ia sebelumnya adalah tim kebersihan di Kampung Labirin. Lalu, ia jadi salah satu utusan Kampung Labirin untuk menjadi Satgas Naturalisasi Ciliwung yang ditetapkan kelurahan setempat (Kelurahan Babakan Pasar).

Menjadi petugas kebersihan, Syawal sempat berpikir bagaimana mengolah sampah organik yang tiap hari ada. Dapat informasi dari temannya, Syawal ke Bank Sampah Siliwangi untuk belajar mengolah sampah dan budi daya magot.

Aksi dimulai. Di Kampung Labirin, khususnya di RT 01 RW 10, ada 61 rumah dimodali satu ember kecil untuk menampung sampah organik tiap rumah. Kemudian, tiap 10 rumah difasilitasi satu drum penampungan sampah organik. Tiap hari, terkumpul sembilan sampai 10 kilogram sampah organik yang dijadikan pakan magot. Jika magot sudah panen, sampah organik dilimpahkan ke lokasi budi daya magot lain di Sempur, Bogor.

Magot bisa dipanen dua pekan sekali. Sekali panen, 30 kilogram magot hidup bisa didapat. Harganya Rp 7.000 per kilogram dan dijual melalui Facebook. Magot hidup dijadikan pakan burung atau unggas.

Selain itu, mereka juga menjual magot kering untuk pakan ikan. Harganya Rp 5.000 per 40 gram. Kepada Republika, Syawal menunjukkan setoples magot kering yang sudah kaku. "Magot kering wanginya kayak kacang dan bisa dimakan," kata Syawal.

Soal aroma, benar, magot kering beraroma seperti kacang tanah goreng. Saat dipegang, makhluk berbentuk batangan dan berwarna cokelat terang itu teraba kasar. Meski mengandung protein, Republika ciut nyali jika harus mencicipinya.

Syawal, Rendi, dan Firman juga tengah membuat kandang ayam petelur. Mereka punya ide untuk menjadikan kegiatan budi daya magot menjadi siklus. Sehingga magot tak hanya dijual tapi juga untuk pakan ayam petelur.

Mereka juga ingin membuat bank sampah di area budi daya magot. Sebab, sampah anorganik bisa dipilah untuk dikumpulkan di bank sampah lebih besar.

"Kami sedang tahap untuk membuat bank sampah. Semoga dari sampah jadi berkah," kata Syawal.

Syawal juga kerap terlibat dalam aktivitas wisata Kampung Labirin. Ia bisa bertugas sebagai water rescue wisata air hingga pemain hadroh.

Akhirnya Republika berpamitan, mengakhiri kunjungan di Kampung Labirin, dan menyeberang jembatan menuju jalan raya. Suara pengajian ibu-ibu sudah tidak terdengar, berganti dengan suara adzan dzuhur dari speaker masjid.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement