REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Kementerian Luar Negeri Qatar mengutuk rencana pemerintah Israel untuk memperluas pemukiman di wilayah pendudukan Tepi Barat. Qatar juga mengecam upaya pemerintah Israel untuk Yahudisasi Al-Quds dan Masjid Al-Aqsa.
"Kami mengecam rencana pemerintah Israel untuk perluasan pemukiman dan upaya berkelanjutan untuk Yahudisasi Al-Quds dan Masjid Al-Aqsa," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Qatar, dilaporkan Middle East Monitor, Sabtu (31/12/2022).
Qatar menyatakan, rencana pemerintah Israel tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap Piagam PBB, prinsip hukum internasional, dan resolusi PBB. Langkah pemerintah Israel ini adalah serangan terang-terangan terhadap hak-hak persaudaraan rakyat Palestina.
"Langkah seperti itu merusak upaya untuk mencapai solusi dua negara, dan kami meminta komunitas internasional untuk memikul tanggung jawab dalam memastikan Israel menghentikan kebijakan pemukimannya di Wilayah Pendudukan Palestina," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Qatar.
Qatar menegaskan dukungan untuk tujuan Palestina yang adil, dan terpenuhi hak-hak sah rakyat Palestina. Qatar juga menegaskan kembali dukungannya untuk pembentukan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
Kecaman Qatar ini muncul setelah pemerintah Israel yang didominasi oleh partai sayap kanan resmi dilantik pada Kamis (29/12). Pemerintahan baru Israel di bawah Perdana Menteri terpilih Benjamin Netanyahu memicu kekhawatiran regional dan global, karena akan meningkatkan perluasan permukiman dan Yudaisasi di Yerusalem.
Menjelang pengambilan sumpah, Netanyahu mengatakan bahwa pemerintahan barunya akan memperkuat pemukiman di Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan. Termasuk memberikan subsidi besar-besaran kepada ultra-Ortodoks sebagai sekutu, dan mendorong reformasi besar-besaran sistem peradilan yang dapat membahayakan institusi demokrasi Israel.
“Saya mendengar teriakan terus-menerus dari oposisi tentang akhir negara dan demokrasi,” kata Netanyahu setelah naik podium di parlemen menjelang pengambilan sumpah resmi pemerintah pada Kamis sore.
Pidatonya berulang kali disela oleh ejekan dari oposisi. Bahkan ada berteriak, "lemah" ketika Netanyahu berpidato.
"Anggota oposisi; kalah dalam pemilihan bukanlah akhir dari demokrasi, ini adalah inti dari demokrasi," kata Netanyahu.
Netanyahu adalah perdana menteri terlama Israel. Dia menjabat dari 2009 hingga 2021. Dia digulingkan dari jabatannya pada tahun lalu setelah menemui jalan buntu dari empat kali pemilihan. Koalisi delapan partai bersatu untuk menentang pemerintahan Netanyahu saat dia diadili karena kasus korupsi.
"Ini salah satu dari klasemen internasional terbaik yang pernah ada. Cobalah untuk tidak menghancurkannya. Kami akan segera kembali," kata Lapid yang kini sebagai oposisi.