REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel mengutuk dan Palestina menyambut pemungutan suara Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) yang dilakukan pada Jumat (30/12/2022). Pemungutan suara ini bertujuan meminta Mahkamah Internasional (ICJ) memberikan pendapat tentang konsekuensi hukum dari pendudukan Israel atas wilayah Palestina.
Palestina menyambut baik pemungutan suara MU PBB dengan 87 anggota memilih untuk mengadopsi permintaan tersebut. Sedangkan Israel, Amerika Serikat, dan 24 anggota lainnya memberikan suara menentang dan 53 negara memilih abstain.
"Waktunya telah tiba bagi Israel untuk menjadi negara yang tunduk pada hukum, dan dimintai pertanggungjawaban atas kejahatannya yang terus berlanjut terhadap rakyat kami," kata juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas Nabil Abu Rudeineh.
Pejabat Hamas yang mengatur wilayah Gaza Basem Naim mengatakan, tindakan Majelis Umum PBB adalah langkah penting untuk membatasi dan mengisolasi Israel.
Tapi, pemungutan suara MU PBB ini menghadirkan tantangan langsung bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menjabat pada pekan ini. Kepala pemerintahan itu telah menetapkan perluasan pemukiman sebagai prioritas dengan mencaplok wilayah Tepi Barat lebih luas.
"Orang-orang Yahudi bukanlah penjajah di tanah mereka sendiri atau penjajah di ibu kota abadi kita Yerusalem dan tidak ada resolusi PBB yang dapat mendistorsi kebenaran sejarah itu," kata Netanyahu dalam pesan video pada Sabtu.
Netanyahu menegaskan Israel tidak terikat oleh keputusan tercela yang diajukan tersebut. Namun, bagi warga Palestina tindakan PBB merupakan langkah baik yang disambut meriah.
Bersama dengan Gaza dan Yerusalem Timur, orang-orang Palestina mencari Tepi Barat untuk sebuah negara. Sebagian besar negara dan PBB menganggap permukiman Israel di sana ilegal.
ICJ yang berbasis di Den Haag juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia adalah pengadilan tertinggi PBB yang menangani perselisihan antar negara. Putusannya mengikat, meskipun ICJ tidak memiliki kekuatan untuk menegakkannya.
Majelis Umum PBB meminta ICJ untuk memberikan pendapat penasehat tentang konsekuensi hukum dari pendudukan, pemukiman dan aneksasi Israel. Permintaan itu termasuk langkah-langkah yang ditujukan untuk mengubah komposisi demografis, karakter, dan status Kota Suci Yerusalem.
Anggota pemerintahan baru Netanyahu telah berjanji untuk mendukung permukiman dengan rencana pembangunan, anggaran, dan otorisasi lusinan pos terdepan yang dibangun tanpa izin. Kabinet tersebut mencakup pos-pos yang baru dibuat dan peran yang direstrukturisasi yang memberikan sebagian dari kekuatan tersebut kepada mitra koalisi pro-pemukim, yang pada akhirnya bertujuan untuk memperluas kedaulatan Israel ke Tepi Barat.