REPUBLIKA.CO.ID, ABUDHABI--Presiden Uni Emirat Israel (UEA) Mohammed bin Zayed Al Nahyan mengucapkan selamat kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas pembentukan pemerintahan barunya. Kabinet yang diyakini banyak pihak sebagai pemerintahan paling kanan yang pernah dimiliki Israel.
Bin Zayed menelepon Netanyahu untuk mengucapkan selamat atas 'kemenangannya' dan mengungkapkan aspirasinya untuk memperkuat hubungan Emirat-Israel selama periode mendatang, terutama di bidang pembangunan. Selain itu, untuk memajukan jalur kemitraan dan perdamaian antara kedua negara untuk kepentingan rakyat mereka dan wilayah pada umumnya.
Dilansir dari The New Arab, Senin (1/1/2023), Bin Zayed juga mengulangi undangan kepada Netanyahu untuk mengunjungi Uni Emirat Arab, menurut kantor perdana menteri Israel. Badan itu menambahkan, keduanya sepakat bahwa kunjungan itu akan segera dilakukan. Sebelumnya, Presiden Israel Isaac Herzog mengunjungi UEA pada awal Desember.
Sejak normalisasi hubungan pada 2020, kedua negara telah menjalin hubungan di berbagai bidang, termasuk pariwisata, energi, pengawasan, dan teknologi militer. Kesepakatan normalisasi yang kontroversial, diikuti oleh kesepakatan serupa Israel dengan Bahrain dan Maroko, dan dikecam oleh Palestina sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan mereka.
Menteri Luar Negeri UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan, juga menelepon mitranya dari Israel, Eli Cohen, untuk memberikan selamat kepadanya atas posisi barunya, lapor WAM. Selama panggilan telepon, Abdullah bin Zayed mengharapkan kesuksesan dalam tugas barunya.
Diplomat Emirat menyatakan aspirasinya untuk bekerja dengan Cohen, dalam memperkuat hubungan bilateral antara UEA dan Israel, yang telah mencapai banyak prestasi untuk kedua negara selama dua tahun terakhir. Netanyahu menjabat pada Kamis sebagai kepala pemerintahan ekstrem kanan yang mencakup pihak-pihak, yang mengadvokasi tanah Tepi Barat yang diduduki untuk dianeksasi, serta untuk peningkatan pemukiman ilegal di daerah tersebut.
Orang-orang Palestina cenderung menderita lebih banyak kekerasan dan penganiayaan sebagai akibatnya. Para menteri di pemerintahan Netanyahu sebelumnya, telah membuat pernyataan yang menghasut dan rasis terhadap warga Palestina.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, tahun 2022 telah menjadi tahun paling mematikan bagi warga Palestina selama lebih dari satu dekade, karena banyak orang telah terbunuh dan ditangkap selama penggerebekan dan serangan Israel di Tepi Barat, yang telah diduduki Israel sejak 1967.