Senin 02 Jan 2023 10:00 WIB

Nasihat Imam Al Ghazali agar Manusia Qanaah dan Tidak Tamak

Imam Al Ghazali mengingatkan manusia tak rakus dengan kepemilikan orang lain.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Berusaha Qanaah dan Tidak Tamak. Foto: Teladan Imam Ghazali dalam tradisi ilmiah (ilustrasi), ilustrasi ulama
Foto: republika
Berusaha Qanaah dan Tidak Tamak. Foto: Teladan Imam Ghazali dalam tradisi ilmiah (ilustrasi), ilustrasi ulama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Imam Al-Ghazali mengingatkan setiap orang memutus urat kerakusannya terhadap kepemilikan orang lain.

"Hal itu tidak bisa dicapai kecuali dengan berqanaah sesuai kadar kebutuhan primer, baik makanan, minuman maupun pakaian," tulis Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin.

Baca Juga

Maka dari itu, dia menyarankan, hendaklah seseorang merasa cukup dengan kadar paling minimal dan jenis paling murah. Dia juga harus membatasi harapannya dalam sehari-hari atau sebulan saja agar tidak sering bersabar atas kemiskinannya.

"Sehingga tidak menjerumuskan pada ketamakan, mengemis dan menghinakan diri di depan orang kaya," katanya.

Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Jibril telah membisikan ke dalam jiwaku, sesungguhnya satu jiwa tidak akan mati hingga sempurna jatah rezekinya. Oleh karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah dan memperbaguslah dalam mencari rezeki."

Abu Hurairah meriwayatkan, pada suatu hari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepadanya.

"Wahai Abu Hurairah jika engkau merasa sangat lapar maka engkau harus makan satu roti dan minum segelas air, adapun dunia pasti hancur."

Menurut Imam Al-Ghazali ada tiga untuk mengobati sifat rakus dan tamak serta obat meraih qana'ah. Yaitu sabar, ilmu dan amal. Pertama mengamalkan kesabaran dalam artian bersikap sederhana dalam hidup dan ramah dalam berinfak.

"Barang siapa menginginkan kemuliaan qanaah, hendaklah meminimalisir pengeluaran dan nafkah," katanya.

Di dalam satu hadits disebutkan:

"Manajemen adalah setengah dari kehidupan."

Kedua adalah memperpendek harapan sehingga tidak kacau akibat kebutuhan pada waktu selanjutnya. Ketiga adalah mengetahui bahwa di dalam sifat qana'ah terdapat kemuliaan dan ketenangan batin dari meminta-minta serta mengetahui kehinaan sifat tamak.

 "Dengan begitu, seseorang baru bisa selamat," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement