REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyerukan dialog politik nasional. Pada Oktober 2022, faksi-faksi Palestina, termasuk Fatah dan Hamas, telah menandatangani kesepakatan rekonsiliasi di Aljir, Aljazair.
“Kami memanggil semua orang untuk dialog politik nasional Palestina yang komprehensif dalam waktu dekat, untuk bekerja, mengatasi masalah dan mengambil tanggung jawab bersama serta bergerak menuju pencapaian tujuan rakyat kita,” kata Abbas dalam pidatonya yang juga dalam rangka memperingati 58 tahun berdirinya Fatah, dikutip laman Al Araby, Ahad (1/1/2023).
Abbas mengungkapkan, 58 tahun setelah dimulainya revolusi, Palestina masih tegap berdiri. "Kami mengatakan kepada penjajah, semakin besar tirani Anda, semakin kuat rakyat kami, bertekad dan gigih dalam menghadapi agresi serta terorisme kalian, dan dalam mempertahankan tanah mereka serta hak nasional yang sah," ujar Abbas menyinggung Israel.
Dia pun menyinggung tentang janji Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang ingin memperluas permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki. “Rencana ekstremis dan rasialis pemerintah Israel pasti akan gagal dengan kegigihan kami di tanah kami,” ucapnya.
Pada 29 Desember lalu, Netanyahu resmi dilantik untuk kembali menjabat sebagai perdana menteri Israel. Sebelum pelantikan, dia mengumumkan bahwa salah satu prioritas pemerintahannya adalah memperluas permukiman Yahudi di wilayah pendudukan, termasuk Tepi Barat. Hal itu telah memicu reaksi keras dari Palestina.
Saat ini pemerintahan Palestina masih terpecah. Wilayah Tepi Barat dikelola oleh Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah. Sementara Jalur Gaza dikuasai Hamas. Namun pada 13 Oktober tahun lalu, faksi-faksi Palestina, termasuk Fatah dan Hamas, telah menandatangani kesepakatan rekonsiliasi di Aljir, Aljazair. Presiden Aljazair Abdelaziz Tebboune menjadi tokoh yang menengahi kesepakatan tersebut.
Upacara penandatanganan digelar semarak di Palace of Nations yang berada di Aljir. Tokoh perjuangan Palestina, Yasser Arafat, pernah menggunakan bangunan tersebut untuk mendeklarasikan kemerdekaan Palestina pada 1988. Selain Abdelaziz Tebboune, seremoni rekonsiliasi Hamas dan Fatah turut dihadiri para duta besar asing.
“Kami menandatangani perjanjian ini untuk menyingkirkan kanker ganas perpecahan yang telah masuk ke tubuh Palestina. Kami optimistis kesepakatan ini bisa dilaksanakan dan tidak akan tinggal tinta di atas kertas,” kata ketua delegasi Fatah, Azzam al-Ahmed, dilaporkan laman Al Arabiya.
Ketua Fatah yang juga saat ini menjabat sebagai presiden Palestina, Mahmoud Abbas, tidak menghadiri acara tersebut. Sementara itu pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, secara langsung memimpin delegasi kelompoknya. “Ini adalah hari gembira di Palestina dan Aljazair serta bagi mereka yang mencintai perjuangan Palestina. Namun ini menjadi hari kesedihan bagi entitas Zionis (Israel),” ucap Haniyeh.
Kesepakatan rekonsiliasi terbaru Hamas dan Fatah dikenal dengan “Algiers Declaration” atau Deklarasi Aljazair. Kesepakatan itu turut ditandatangani faksi-faksi Palestina lainnya. Lewat kesepakatan tersebut, para faksi Palestina setuju menggelar pemilu presiden dan Dewan Legislatif Palestina pada Oktober tahun depan.
Selain itu, mereka pun sepakat menghelat pemilu Dewan Nasional Palestina, sebuah parlemen untuk warga Palestina, termasuk jutaan diasporanya. Aljazair setuju menjadi tuan rumah dewan tersebut. Para faksi Palestina dilaporkan sudah mengadakan pembicaraan untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional. Namun hal itu tak dituliskan dalam dokumen akhir kesepakatan.