Senin 02 Jan 2023 13:22 WIB

Komisi IX DPR: Perppu Sama Sekali tak Perbaiki UU Cipta Kerja

MK memerintahkan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam waktu dua tahun.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menilai Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan Presiden Joko Widodo tidak memperbaiki UU Cipta Kerja yang dinilai Mahkamah Konstitusi inkonstitusional bersyarat. (ilustrasi)
Foto: dok. Media Kurniasih Mufidayati
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menilai Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan Presiden Joko Widodo tidak memperbaiki UU Cipta Kerja yang dinilai Mahkamah Konstitusi inkonstitusional bersyarat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menegaskan, Mahkamah Kosntitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Alasannya, undang-undang tersebut cacat formil karena tata cara pembentukan tidak didasarkan dengan metode yang pasti, baku, dan standar.

MK pun memerintahkan pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja, dengan memberi batasan waktu selama dua tahun. Namun, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022, yang dinilainya sama sekali tak memperbaiki substansi yang bermasalah dalam UU Cipta Kerja.

Baca Juga

"Jika tidak (diperbaiki), maka resmi keseluruhan UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional. Ini mengeluarkan Perppu sama sekali tidak memperbaiki baik dari sisi proses maupun substansi," ujar Kurniasih saat dihubungi, Senin (2/1/2023).

Salah satu yang dikritik dalam UU Cipta Kerja adalah terkait hak dan kewajiban pekerja yang menjadi ranah Komisi IX. Perppu yang hadir justru semakin mengesampingkan hal tersebut, serta mengabaikan DPR dan publik dalam penyusunannya.

"Ini malah membuat Perppu untuk menggantikan dengan menghilangkan peran DPR sama sekali," ujar Kurniasih. 

Pemerintah juga terkesan menerbitkan Perppu Cipta Kerja secara mendadak. Penerbitan perppu memang merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai presiden, namun harus berlandaskan kegentingan yang memaksa.

"Jika soal capaian Presiden Jokowi baru saja membanggakan pertumbuhan ekonomi Indonesia paling tinggi diantara negara G20. Tapi jika jadi alasan penerbitan Perppu, seolah-olah kondisi Indonesia darurat dan underperform," ujar Kurniasih.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember.

"Kami sudah berkonsultasi dipanggil bapak Presiden dan diminta untuk mengumumkan terkait penetapan pemerintah untuk Perppu tentang Cipta Kerja," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Airlangga menjelaskan, Presiden telah membahas penerbitan Perppu ini bersama Ketua DPR. Penerbitan Perppu Cipta Kerja ini berpedoman pada peraturan perundangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU7/2009.

Salah satu pertimbangan penerbitan Perppu ini, yakni kebutuhan yang mendesak. Pemerintah, kata dia, perlu mempercepat antisipasi kondisi global, baik terkait ekonomi, ancaman resesi global, peningkatan inflasi, serta ancaman stagflasi. Selain itu, lebih dari 30 negara berkembang saat ini juga sudah mengantre di IMF karena kondisi krisis yang dialami.

"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai dan pemerintah juga menghadapi tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," jelas dia.

Presiden Jokowi hari ini mengatakan, pro-kontra biasa terjadi dalam setiap kebijakan dan aturan yang dikeluarkan pemerintah.

"Ya biasa dalam setiap kebijakan dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra," ujar Jokowi usai meresmikan pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2023 di Jakarta, Senin (2/1/2023).

Meskipun begitu, Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah bisa memberikan penjelasan yang dibutuhkan masyarakat.

 

"Tapi semua bisa kita jelaskan," kata dia.

 

photo
UU Cipta Kerja masih butuh aturan turunan - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement