REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, BUMN acapkali melakukan pemborosan. Untuk itu, Erick tak ingin hal tersebut terjadi lagi pada era kepemimpinannya.
Salah satu caranya ialah dengan membentuk holding dan subholding seperti yang ia lakukan pada PT PLN dan PT Pertamina. Dengan model tersebut, pria kelahiran Jakarta itu langsung dapat mengetahui dengan tepat titik pemborosan yang terjadi.
"(Dengan holding) PLN bukunya sekarang dipisahkan supaya gampang periksanya. Sama Pertamina juga, bukunya dipisahkan antara hulu, hilir, kapal. Jadi kelihatan pas diperiksa, ada pemborosan kita cut, korupsi kita sikat. Supaya makin sehat," ujar Erick saat konferensi pers capaian dan rencana kerja bertajuk "BUMN 2023: Tumbuh dan Kuat untuk Indonesia" di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (2/1/2022).
Erick ingat betul saat baru menjabat sebagai menteri BUMN. Saat itu, utang PLN menyentuh angka Rp 500 triliun. Padahal, ucap Erick, PLN memerlukan investasi baru untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
"Tentu PLN perlu uang, nanti utangnya naik lagi terus disorot utang kebanyakan, padahal PLN sudah berjasa listrik kita semua disubsidi," ucap Erick.
Oleh karena itu, Erick menyebut saat ini telah ada kesepakatan tiga menteri antara dirinya, menteri keuangan, menteri ESDM tentang percepatan pembayaran subsidi dan kompensasi. Erick mengatakan hal ini baru pertama kali terjadi.
Erick menyampaikan capaian ini buah dari sinergisitas antarkementerian yang tak lagi mengedepankan ego sektoral. Hal tersebut membuat seluruh daya menjadi lebih transparan.
Meski begitu, Erick meminta PLN dan Pertamina tidak terlena dengan kebijakan percepatan pembayaran subsidi dan kompensasi. Dia menuntut kedua BUMN itu untuk terus berbenah dan berinovasi dalam meningkatkan efisiensi.
"Jangan cepet dibayarnya, PLN dan Pertamina masih bussiness as usual. Harus dibongkar mindset-nya. Waktu itu saya tekan capex mesti turun, jangan foya-foya dan ada markup. Buktinya bisa turun 25-35 persen di PLN, artinya pemborosan itu pernah terjadi," kata Erick.
Erick mengatakan, saat ini utang PLN telah turun menjadi sekitar Rp 404 triliun hingga Rp 406 triliun dengan adanya kebijakan tersebut. Kondisi ini membuat PLN jauh lebih sehat. Erick mengatakan, jika sudah sehat, PLN mampu untuk berinvestasi lebih besar dalam pengembangan EBT.
"PLN pun harus mulai menyehatkan diri dan menyiapkan diri untuk globalisasi. Namanya listrik nanti bisa pakai baterai," kata Erick.