Selasa 03 Jan 2023 09:24 WIB

Komitmen Pemberantasan Korupsi Diragukan dengan Kembalinya Koruptor Berpolitik

Mantan terpidana kasus korupsi Romahurmuziy kembali masuk PPP.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Mantan Ketua Partai Persatuan Pembangunan Muchammad Romahurmuziy (tengah) berjalan seusai memenuhi panggilan penyidik di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (22/3/2022). KPK memeriksa Romahurmuziy sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengurusan dana alokasi khusus (DAK) pada 2018.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Mantan Ketua Partai Persatuan Pembangunan Muchammad Romahurmuziy (tengah) berjalan seusai memenuhi panggilan penyidik di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (22/3/2022). KPK memeriksa Romahurmuziy sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengurusan dana alokasi khusus (DAK) pada 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi antikorupsi Indonesia Memanggil (IM)57+ Institute angkat bicara soal kembalinya Romahurmuziy (Romi) ke dunia politik. Eks narapidana korupsi yang dikenal dengan nama Romi itu pernah terjerat kasus kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.

Ketua IM57 Institute Praswad Nugraha menyebut hal ini sangat biasa dan tidak mengejutkan. Apalagi mengingat saat ini menurutnya komitmen Indonesia dalam pemberantasan korupsi memang sudah pada titik kritis dan sangat mengkhawatirkan.

Baca Juga

"Tidak ada komitmen serius pemberantasan korupsi hampir di semua lini kehidupan sosial di Indonesia," kata Praswad dalam keterangannya, Selasa (3/1/2023).

Praswad mencontohkan lembaga penegak hukum KPK malah 'membuang' sebagian pegawainya, padahal pimpinan KPK-lah yang terbukti berkali-kali melanggar kode etik. Presiden dan DPR, lanjut dia, justru merevisi UU KPK dan melakukan langkah-langkah yang memukul mundur langkah perjuangan panjang pemberantasan korupsi sejak Reformasi 1998.

"Hari ini justru yang tidak normal adalah jika ada entitas di dalam negara kita yang mempunyai komitmen serius dalam berjuang memberantas korupsi dan menegakkan integritas, karena orkestrasi antipemberantasan korupsi sebegitu solid dan kompaknya, mulai dari Istana sampe ke seluruh pelosok Indonesia," ujar Praswad.

Sehingga Praswad menduga PPP sekadar menjalankan apa yang terjadi di Tanah Air, dimana komitmen pemberantasan korupsi terbilang lemah. "Kalau boleh dilihat, PPP hanya mengikuti arus tanpa mau berbuat lebih dalam pemberantasan korupsi dengan menunjukan komitmen abnormal dengan situasi yang ada," ucap Praswad yang merupakan eks pegawai KPK.

Di sisi lain, Praswad berharap peristiwa ini harusnya menjadi sarana evaluasi total komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab ia khawatir Indonesia saat ini darurat teladan antikorupsi.

"Tanpa pimpinan KPK berintegritas maka sulit adanya teladan bagi pemangku kepentingan di Indonesia," tegas Praswad.

Sebelumnya, Romi kembali diangkat menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hal ini diketahui berdasarkan unggahan Romy di akun Instagram resminya @romahurmuziy.

Sebagai informasi, Romi merupakan narapidana korupsi yang telah bebas pada 29 April 2020. Saat itu, Romi terbukti terlibat suap pengisian jabatan atau jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).

Romi kemudian divonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun, hukuman itu kemudian dipangkas oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 1 tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement