REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah meneken nota kesepahaman (MoU) di bidang kesehatan yang berlangsung di Auditorium Lanta 6 Gedung Masjid At Tanwir PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Selasa (3/1/2023). MoU ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
Haedar mengatakan, dengan MoU tersebut, Muhammadiyah dan Kemenkes akan meningkatkan kerja sama untuk mengembangkan berbagai rumah sakit Muhammadiyah yang telah siap bertransformasi dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat.
"Kedua, kita memperkuat basis kesehatan masyarakat di mana Muhammadiyah punya ekosistem mencukupi dari segi organisasi dan sumber daya manusianya," tuturnya.
Ketiga, lanjut Haedar, Muhammadiyah dan Kemenkes akan melaksanakan berbagai kerja sama bersifat program yang akan dikembangkan secara langsung baik melalui Muhammadiyah, Aisyiyah, maupun berbagai institusi yang ada di dalam Muhammadiyah.
Dalam kesempatan itu, Haedar memberikan apresiasi yang tinggi kepada Menkes dan jajarannya yang telah banyak melakukan terobosan selama dua tahun, baik dalam penanganan pandemi dan lainnya. "(Selama dua tahun pandemi), Muhammadiyah juga telah mengembangkan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dan program terobosan dalam membangun kesehatan," katanya.
Menkes Budi menyampaikan, ada beberapa pilar transformasi dalam kerja samanya dengan Muhammadiyah. Pertama adalah transformasi layanan primer.
Dia mengatakan, Muhammadiyah punya 300 klinik di bawah naungan Aisyiyah, yang tersebar di berbagai daerah. Dalam layanan primer, yang paling dibutuhkan adalah langkah promotif dan preventif, yaitu mendidik masyarakat untuk dapat mencegah datangnya penyakit.
"Yang paling oke untuk mendidik kesehatan masyarakat itu adalah ibu-ibu. Pasti itu kita kerjasamakan. Membuat narasi kesehatan yang dipaketkan dalam bentuk narasi sosial yang didorong lewat ibu-ibu Aisyiyah sehingga bisa mendidik seluruh masyarakat di level rumah tangga bagaimana cara hidup sehat menghindari penyakit," katanya.
Kedua, pilar transformasi layanan rujukan atau rumah sakit. Budi menuturkan, dengan sekitar 120 rumah sakit yang dimiliki Muhammadiyah, Kemenkes dapat bekerja sama untuk mendukung agar rumah sakit itu bisa memberikan akses dan kualitas layanan kesehatan di banyak daerah. "Muhammadiyah juga memiliki rumah sakit keliling. Ini bisa kita kerjasamakan dan ini sangat membantu negara," ucapnya.
Pilar ketiga ialah sistem ketahanan kesehatan. Menurut Budi, salah satu yang paling siap untuk itu adalah Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Budi ingin cetak biru MCMD turut digunakan sebagai sistem nasional.
Keempat yakni transformasi SDM kesehatan. Budi menyampaikan, Muhammadiyah saat ini punya 173 perguruan tinggi dan 12 fakultas kedokteran. Dia mengungkapkan, di tengah kurangnya tenaga kesehatan dokter, tentu keberadaan fakultas-fakultas tersebut sangat membantu. Apalagi, universitas dan rumah sakitnya telah terintegrasi.
"Ini satu nilai yang memudahkan kita nanti kalau mengembangkan integrasi universities base dengan college base," ujarnya.
Pilar transformasi selanjutnya, yaitu sistem teknologi kesehatan yang berkaitan dengan bioteknologi. Menurut dia, ini adalah teknologi masa depan yang akan mengubah peta industri kesehatan dunia.
"Indonesia sekarang mulai memiliki modal yang cukup kuat dari sisi alam. Dan Muhammadiyah lengkap, ada RS-nya dan ada perguruan tingginya. Ini bisa dikerjasamakan agar bisa mensejajarkan posisi Indonesia di bidang bioteknologi," ungkapnya.