REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istilah wasathiyah atau pertengahan sering terdengar beberapa tahun terakhir. Syekh Al-Azhar Prof Muhammad at-Thayyib menyerukan seluruh alumninya di mana pun berada untuk menguatkan wasathiyah, menjadi orang-orang yang berada di tengah.
Pengkaji Alquran Dr KH Shobahussurur Syamsi menjelaskan kata ummatan wasathan yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 143.
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian, umat tengahan agar kalian menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.
Dia menjelaskan, ummatan wasathan berarti umat tengahan. Bangsa yang berkeadilan. Seimbang dalam kata seimbang dalam perbuatan. Tegak lurus. Tidak condong ke barat, tidak pula miring ke timur. "Bangsa yang berporos pada Ka'bah. Kiblat titik tengah. Pusat pusaran kegiatan. Induk peradaban. Menjadi khaira ummah," ujarnya.
Umat pertengahan atau wasathiyah adalah bangsa terbaik. Manusia yang menegakkan keadilan dalam memimpin. Memberantas tirani dan kezaliman. Kebesarannya untuk melindungi bukan untuk membenci. Mengedepankan pikiran dan hati bukan emosi. Melawan ghuluw (melampaui batas) dalam setiap perbuatan. Menentang thaghiyah (tiran) yang melegalkan penjajahan. Menjadi syuhada' (para saksi) kebenaran. Menyuguhkan perilaku kewajaran. Menghadirkan adab kepantasan. Menikmati tahun baru dengan senyuman.
Pakar Tafsir Alquran Wahbah Zuhaili menjelaskan, makna ayat tersebut adalah, sebagaimana Allah menunjukkan manusia kepada Islam dan kiblatnya Ibrahim AS, Allah menjadikan manusia sebagian manusia, khususnya umat Muhammad sebagai pilihan, adil dan berada di tengah-tengah supaya bisa bersaksi atas semua manusia pada hari kiamat bahwa nabi-nabi mereka telah menyampaikan risalah Allah kepada mereka.
"Dan Rasulullah Muhammad SAW akan menjadi saksi atas kalian bahwa beliau telah menyampaikan risalah kepada kalian. Dan tidaklah Kami jadikan kiblat Baitul Maqdis yang kamu gunakan untuk qiblat ketika shalat itu kecuali sebagai ujian supaya Kami mengetahui dengan jelas dan untuk membuktikan mana yang mukmin, murtad, dan munafik," ujar dia dalam kitab tafsirnya.