Selasa 03 Jan 2023 23:57 WIB

Main Gawai Versus Lato-lato, Mana Lebih Bermanfaat?

Bunyi yang dikeluarkan lato-lato menjadi sensasi auditori.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Bermain gawai turut berpengaruh terhadap anak. Menurut pakar, bermain gawai menghadirkan sensasi visual yang terlihat besar dan hebat pada layar, sementara di dunia nyatanya hanya dilakukan dengan memencet tombol pada gawai.

Jika dibandingkan dengan bermain lato-lato, tentu secara fisik, anak menjadi lebih aktif ketika bermain lato-lato. “Bunyi-bunyian yang dikeluarkan saat membenturkan bandul, meski itu hal sederhana tapi menjadi sensasi auditori yang konkret dan alamiah,” kata psikolog Viera Adella.

Baca Juga

Bermain memang menjadi salah satu kunci bagi anak untuk belajar, berkembang, percaya diri, sejahtera, dan sehat secara mental (wellbeing). Variasi dalam permainan sangat penting untuk diperhatikan ketika ingin mengembangkan seluruh area perkembangan anak.

Bentuk permainan anak ada yang bersifat terstruktur dan tidak terstruktur. Permainan terstruktur dilakukan dalam kondisi tertata dan waktunya pun diatur. Hal ini baik untuk membangun karakter disiplin dan patuh pada prosedur (menunggu giliran).

Sementara permainan tidak terstruktur lebih memberi kesempatan pada anak mencoba hal-hal baru dengan cara bebas yang ia sukai. Hal ini baik untuk membangun kreativitas dan mental berani mencoba.

 “Jika dikaitkan dengan fenomena lato-lato, hal ini bisa menjadi sesuatu yang baru bagi anak yang terbiasa dengan bermain gawai. Bagi anak yang sudah mencoba, akan tertarik untuk memodifikasi permainan sesuai dengan keinginannya,” papar psikolog Pulih at the Peak itu.

Tetapi perlu ditekankan pula efektifitas ini masih bersifat sementara, karena lato-lato merupakan hal yang fenomenal. Artinya, menjadi viral di satu waktu tetapi kemudian berkurang di waktu berikutnya, kemudian berganti dengan fenomena lainnya.

Perspektif media sosial tidak bisa dipungkiri sangat mempengaruhi masyarakat, karena kecepatan dalam membagi informasi (share) dan mengekspresikan langsung (express) ke publik. Dengan demikian, dampaknya belum dapat ditinjau secara mendalam dan lebih luas, sehingga dapat dikatakan fenomena ini bersifat sangat sementara.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement