Selasa 03 Jan 2023 19:08 WIB

Tragedi Kanjuruhan Disebut Bukan Pelanggaran HAM Berat, Koalisi Kecam Mahfud MD

Koalisi masyarakat mengecam Mahfud MD sebut tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran HAM.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Menko Polhukam Mahfud MD. Koalisi masyarakat mengecam Mahfud MD sebut tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran HAM.
Foto: Republika/Prayogi
Menko Polhukam Mahfud MD. Koalisi masyarakat mengecam Mahfud MD sebut tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran HAM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil mengecam Menkopolhukam Mahfud MD yang menyatakan tragedi Kanjuruhan bukanlah pelanggaran HAM berat. Koalisi menilai pernyataan tersebut tidaklah berdasar dan menyesatkan.

"Kemenkopolhukam tidak memiliki wewenang untuk menyatakan suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat atau tidak," kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangan pers bersama Koalisi pada Selasa (3/1/2023). 

Baca Juga

Lembaga yang berwenang adalah Komnas HAM berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Merujuk Pasal 18 UU 26 Nomor Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Komnas HAM dalam mengungkap peristiwa pelanggaran HAM berat dapat melakukan penyelidikan dan membentuk tim ad hoc. 

"Meskipun Menkopolhukam menjelaskan pernyataan yang disampaikannya tersebut berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, menurut kami pernyataan tersebut tetaplah keliru," ujar Fatia. 

Jika merujuk pada keterangan pers Komnas HAM Nomor 039/HM.00/XI/2022 tentang penyampaian laporan tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang, pelaksanaan pendalaman kasus oleh Komnas HAM menggunakan kerangka UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Komnas HAM tak memakai UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang dapat menyatakan suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak yang didasari pada proses penyelidikan.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menyebut tidak menutup kemungkinan bagi Komnas HAM untuk menyelidiki kasus kanjuruhan dalam kerangka pelanggaran HAM berat. 

"Mengingat, tragedi kanjuruhan ini memiliki potensi untuk dapat disimpulkan sebagai pelanggaran HAM berat apabila proses penyelidikan oleh Komnas HAM dapat dilakukan," ujar Isnur. 

Berkenaan dengan hal tersebut, Koalisi menilai penting bagi Komnas HAM untuk menindaklanjuti kembali hasil temuan sebelumnya dengan melakukan penyelidikan dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Apalagi terdapat berbagai fakta yang perlu untuk ditelusuri lebih lanjut.

Salah satunya mengenai pertanggungjawaban komando dalam pengerahan penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh institusi keamanan. "Dalam tragedi ini terdapat aktor high level yang harus diminta pertanggungjawabannya secara hukum," sebut Isnur. 

Koalisi juga menyarankan Mahfud MD lebih berfokus pada rekomendasi laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang hingga saat ini belum ada perkembangan yang begitu signifikan.

Beberapa di antaranya meminta Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, penyelidikan lanjutan anggota Polri dan prajurit TNI yang melakukan kekerasan. 

Saat ini baru terdapat enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dengan Pasal-Pasal pidana yang ancamannya tergolong ringan. Hal ini menimbulkan ketidakadilan baru bagi para korban dan keluarga korban, antara lain Pasal 359 KUHP dan/Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 103 ayat (1) Jo Pasal 52 U No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. 

"Ancaman Pidana maksimal dari antara Pasal tersebut ialah lima tahun penjara," ujar perwakilan YLBHI-LBH Pos Malang Daniel Siagian. 

Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya pos Malang (LBH Malang), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru Foundation, dan IM57+.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement