Selasa 03 Jan 2023 20:42 WIB

Kemenkeu Segera Atur Pajak Karbon

Data hasil penelitian dan kajian civitas akademika diharapkan dapat berkontribusi.

Rep: Novita Intan/ Red: Lida Puspaningtyas
Salah seorang perwakilan petani binaan Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) SukawangiMajengSarengsaat menyampaikan program pembinaan UMKM yang diikutinya kepada Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati (kanan) saat kegiatan Peresmian Lembaga Pengembangan Bisnis LPB) SukawangiMajengSareng kolaborasi Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) dengan Kementerian Keuangan RI melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP)  pada akhir pekan lalu yang merupakanrangkaian kegiatan Festival Ultra Mikro (Umi) yang diselenggarakan PIP di Jakarta. LPB didirikan dengan peran sebagai manager program, motivator dan konsultan mendampingi UMKM di wilayah tersebut secara  rutin dan konsisten.
Foto: dok. istimewa
Salah seorang perwakilan petani binaan Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) SukawangiMajengSarengsaat menyampaikan program pembinaan UMKM yang diikutinya kepada Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati (kanan) saat kegiatan Peresmian Lembaga Pengembangan Bisnis LPB) SukawangiMajengSareng kolaborasi Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) dengan Kementerian Keuangan RI melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) pada akhir pekan lalu yang merupakanrangkaian kegiatan Festival Ultra Mikro (Umi) yang diselenggarakan PIP di Jakarta. LPB didirikan dengan peran sebagai manager program, motivator dan konsultan mendampingi UMKM di wilayah tersebut secara rutin dan konsisten.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah mengatur pajak karbon melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah berencana mengenakan pajak karbon sebagai bentuk keseriusan dalam mengantisipasi perubahan iklim. Adapun pengenaan pajak ini akan menjadi bagian dari upaya pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca.

Baca Juga

“Kami membahas bagaimana jika kita mengenakan pajak karbon. Bagaimana kita menerapkan ini, saat pasar karbon belum ada di Indonesia,” ujarnya saat konferensi pers, Selasa (3/1/2022).

Menurutnya penurunan emisi karbon membutuhkan kerja sama dari semua negara. Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebagai tertuang dalam Nationally Determined Contribution. Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon sebagai 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dukungan internasional pada 2030.

Kementerian lainnya juga berperan untuk menurunkan emisi karbon gas rumah kaca, salah satunya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan implementasi ekonomi karbon bagi para industri, KLHK melalui Program PROPER telah melakukan pendataan kontribusi perusahaan salah satunya terkait dengan penurunan emisi dan peningkatan serapan karbon.

“Kami bekerja sama memperkuat kelembagaan Pusat Ilmu Kebumian Siti Nurbaya di Fakultas Geografi UGM, sehingga selain berperan sebagai Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana, pusat ilmu kebumian ini juga dapat menyediakan data teoritis, empiris hingga praktis antara lain dalam pemetaan kondisi lingkungan, mendukung kebijakan pemerintah dalam penanganan isu perubahan iklim, pemanasan global, dan kebijakan sumberdaya air,” ucapnya.

Ke depan, data-data hasil penelitian dan kajian dari civitas akademika diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan kebijakan, monitoring dan evaluasi bagi pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga diperlukan alur atau skema informasi kebutuhan isu-isu penelitian dan kajian, sehingga akan menciptakan sinergi antara ruang lingkup penelitian dan kajian dengan pengembangan dan implementasi kebijakan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement