Rabu 04 Jan 2023 12:01 WIB

WHO Desak China Bagikan Lebih Banyak Data Covid-19

WHO juga meminta China membagikan data rawat inap, kematian dan vaksinasi Covid-19.

Rep: Lintar Satria / Fergi Nadira/ Red: Esthi Maharani
 Orang-orang yang memakai masker berjalan di kawasan bisnis Beijing, China, 03 Januari 2023. Para ilmuwan telah memperingatkan China bahwa negara tersebut akan menghadapi beberapa gelombang infeksi COVID-19 karena varian Omicron bermutasi untuk menyebar lebih cepat dan menghindari kekebalan. Menurut ahli virologi Shan-Lu Liu dari Ohio State University di AS, tingkat infeksi ulang akan meningkat karena perlindungan vaksin berkurang. Orang-orang dari Beijing, Shanghai, dan Wuhan telah kembali bekerja karena pembatasan telah dicabut dan ketika China berupaya memulihkan ekonominya.
Foto: EPA-EFE/MARK R. CRISTINO
Orang-orang yang memakai masker berjalan di kawasan bisnis Beijing, China, 03 Januari 2023. Para ilmuwan telah memperingatkan China bahwa negara tersebut akan menghadapi beberapa gelombang infeksi COVID-19 karena varian Omicron bermutasi untuk menyebar lebih cepat dan menghindari kekebalan. Menurut ahli virologi Shan-Lu Liu dari Ohio State University di AS, tingkat infeksi ulang akan meningkat karena perlindungan vaksin berkurang. Orang-orang dari Beijing, Shanghai, dan Wuhan telah kembali bekerja karena pembatasan telah dicabut dan ketika China berupaya memulihkan ekonominya.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta ilmuwan China memberikan informasi lebih rinci mengenai evolusi virus Covid-19. WHO mengundang ilmuwan China untuk memaparkan data pengurutan virus dalam pertemuan dengan rapat penasihat teknis mereka, Rabu (4/2/2023).

WHO juga meminta China membagikan data rawat inap, kematian dan vaksinasi Covid-19. Usai rapat juru bicara WHO mengatakan akan berkomunikasi Sebelumnya juru bicara mengatakan WHO meminta "diskusi detail" tentang penyebaran virus korona di China dan seluruh dunia.

Baca Juga

Pada 7 Desember lalu China mengubah kebijakan pengendalian penyebaran Covid-19 serta akurasi data infeksi dan kematian. Pakar kesehatan internasional tidak yakin dengan data terbaru yang diberikan pemerintah China.

Kementerian Luar Negeri China melabelkan larangan masuk yang diterapkan sejumlah negara pada warga negara China "tidak masuk akal." Kementerian mengatakan dasar ilmiah kebijakan itu "lemah."

"Kami bersedia untuk meningkatkan komunikasi dengan dunia," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning di Beijing.

"Namun kami dengan tegas menolak upaya manipulasi pencegahan pandemi dan langkah pengendalian untuk tujuan politik," tambahnya.

WHO meminta pejabat kesehatan pemerintah China rutin berbagi informasi spesifik dan langsung tentang penyebaran virus korona. Sementara pejabat Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) tidak bersedia memberikan komentar soal pertemuan WHO dan Cina tapi mendukung seruan WHO untuk informasi yang lebih lengkap.

"Pejabat dan pakar kesehatan masyarakat, termasuk di Amerika Serikat sudah menegaskan penting bagi Republik Rakyat China (RRC) membagikan data epidemiologi dan pengurutan genom virus yang cukup dan transparan," kata pejabat itu.

"Ini kepentingan RRC dan masyarakat internasional dan penting untuk mengidentifikasi setiap varian potensial," tambahnya.

China mengubah arah kebijakannya dari "nol-Covid" yang diperjuangkan Presiden Xi Jinping usai unjuk rasa yang mencerminkan pembangkangan pertama pada Xi sejak ia berkuasa selama satu dekade. Gelombang demonstrasi pecah bertepatan saat pertumbuhan China melambat ke titik terendahnya dalam hampir setengah abad.  

Penyebaran virus tidak terdeteksi, permintaan layanan rumah duka dikabarkan naik drastis. Pakar kesehatan juga memprediksi China akan mencatat setidaknya satu juta kematian terkait Covid-19 pada tahun ini.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement