Rabu 04 Jan 2023 15:39 WIB

KPU Perbolehkan ASN, Perangkat Desa, Hingga Guru Honorer Jadi Panitia Pemilu

Seorang perangkat desa tidak perlu berhenti sementara untuk menjadi panitia pemilu.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua KPU Hasyim Asyari bersiap melakukan pertemuan dengan pimpinan muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Pertemuan silaturahhim tersebut berlangsung secara tertutup. Republika/Prayogi.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPU Hasyim Asyari bersiap melakukan pertemuan dengan pimpinan muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Pertemuan silaturahhim tersebut berlangsung secara tertutup. Republika/Prayogi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua KPU Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa ASN, perangkat desa, hingga guru honorer boleh menjadi panitia pemilu alias petugas badan ad hoc Pemilu 2024. Sikap KPU ini berbeda dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Hasyim mengatakan, KPU tidak melarang sama sekali ASN atau PNS menjadi petugas badan ad hoc seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Karena itu, Hasyim menilai DKPP bukan melarang, tapi DKPP hanya menerima aduan soal adanya PNS jadi petugas ad hoc.

Baca Juga

"Nanti kan pastinya DKPP akan memeriksa aduan itu, dan memastikan semua ketentuannya bagaimana," kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/1/2023).

Menurut Hasyim, jangankan menjadi panitia pemilu, PNS bahkan diperbolehkan menjadi komisioner lembaga atau hakim. Contohnya adalah dirinya sendiri yang menjadi komisioner KPU RI meski berstatus sebagai dosen PNS di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

"Menurut UU ASN dan juga PP Manajemen PNS, seorang PNS boleh menjadi komisioner atau hakim dengan mekanisme mengajukan pemberhentian sementara," ujar Hasyim.

KPU sebelumnya menyatakan, ASN yang hendak menjadi panitia pemilu harus mendapatkan izin cuti dari atasannya. Selama cuti menjadi panitia pemilu, dia tidak menerima gaji dari negara.

Hasyim juga menyebut perangkat desa, guru honorer, dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Kemensos, boleh menjadi panitia pemilu. Menurut Hasyim, mereka tidak akan melanggar larangan 'menerima gaji double dari negara' ketika menjadi panitia pemilu.

Pasalnya, panitia pemilu tidak menerima gaji, tapi honorarium. "Yang nggak boleh itu double gaji dari negara. Sedangkan anggota PPK, PPS, dan KPP itu kan tidak menerima gaji, mereka terimanya honor," ujarnya.

Hasyim menambahkan, seorang perangkat desa tidak perlu berhenti sementara untuk menjadi panitia pemilu. Sebab, mereka menjadi panitia pemilu juga di wilayah desanya. "Ketika ada perangkat dan seterusnya menjadi anggota PPS, itu kan bagian dari layanan, melayani pemilih," katanya.

DKPP pada Sabtu (31/12/2022) menyebut telah menerima aduan soal perangkat desa, guru honorer, hingga petugas PKH dijadikan panitia pemilu. DKPP pun meminta KPU dan Bawaslu tidak mengulanginya lagi. Sebab, perangkat desa dan lainnya itu sudah menerima honor dari APBN.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) justru meminta kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota memberikan izin kepada ASN Pemda untuk mendaftar sebagai petugas badan ad hoc pemilu. "(Izin perlu diberikan kepada ASN) khususnya dalam hal tidak tersedianya pendaftar dari masyarakat umum yang memenuhi persyaratan dan memiliki kapasitas, yang berada di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan," kata Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro lewat siaran persnya, Selasa (3/2/2023).

Permintaan Kemendagri kepada kepala daerah itu termaktub dalam Surat Edaran Nomor 900.1.9/9095/SJ tentang Dukungan dan Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam Tahapan Penyelenggaraan Pemilu 2024. Surat edaran tersebut diteken Suhajar pada Jumat (30/12/2022).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement