REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, di tengah tren perlambatan global, aktivitas manufaktur nasional masih mencatatkan ekspansi lebih tinggi. Pada Desember 2022, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur meningkat ke level 50,9, dari sebelumnya sebesar 50,3 pada November tahun lalu.
Maka, aktivitas manufaktur nasional masih tetap terjaga pada zona ekspansif selama 16 bulan berturut-turut. Optimisme para pelaku industri manufaktur terindikasi membaik. Sebagaimana ditunjukkan dengan mulai tumbuhnya persediaan baik barang input maupun barang siap jual guna mengantisipasi kenaikan permintaan dalam waktu dekat.
Kondisi tersebut didukung oleh masih kuatnya permintaan dalam negeri sejalan dengan tetap terjaganya tekanan inflasi di dalam negeri. Sementara permintaan ekspor masih tertahan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan, meski disrupsi pasokan masih terjadi, namun harga barang input mulai terindikasi menurun. Lalu meningkatnya aktivitas sektor manufaktur juga diikuti dengan meningkatnya pembukaan lapangan kerja yang senantiasa berada pada zona ekspansif selama enam bulan berturut-turut.
"Secara keseluruhan, optimisme pelaku usaha masih cukup terjaga," Febrio dalam siaran pers, Rabu (4/1).
Walau sebagian responden tetap mengantisipasi kondisi ekonomi dunia dan cuaca ekstrem yang dianggap berpotensi menghambat laju distribusi. Aktivitas manufaktur yang terus berada di zona ekspansif menandakan resiliensi dan pemulihan yang terus berlanjut di tengah perlambatan manufaktur di berbagai negara.
"Hal ini merupakan suatu capaian yang perlu kita pertahankan untuk terus menjaga momentum pemulihan" ujarnya.
Meski begitu, kata dia, risiko perlambatan ke depan masih tetap harus diwaspadai. Sedangkan beberapa negara lain mengalami penurunan PMI. Tren PMI Manufaktur Korea Selatan menurun, pada Desember 2022 di 48,2 sebelumnya November di posisi 49.
PMI negara itu terkontraksi sejak Juli 2022 dan terus melambat, sampai akhir tahun pun terus berlanjut. Beberapa negara kawasan ASEAN+3 juga belum berhasil keluar dari zona kontraksi seperti Jepang 48,8 (November 49), Vietnam 46,4 (November 47,4), dan Malaysia 47,8 (November 47,9).
"PMI di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris juga menunjukkan tren kontraksi dan perlambatan," katanya.
Di sisi lain, aktivitas manufaktur India sebagai salah satu tujuan diversifikasi pasar ekspor bagi Indonesia mengalami penguatan pada level yang cukup tinggi. PMI Manufaktur India tercatat terekspansi selama 18 bulan berturut-turut, dan meningkat pada Desember di
level 57,8 (November 55,7).
Secara kumulatif Januari sampai November 2022, pertumbuhan ekspor Indonesia ke India mencapai 79,0 persen year to date (ytd), meningkat tajam dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya (32,5 persen). Hal ini mengindikasikan masih kuatnya prospek kinerja ekspor Indonesia pada 2023.
Sementara, laju inflasi sedikit meningkat di Desember 2022 yang mencapai 5,51 persen year on year (yoy), naik dari angka November sebesar 5,42 persen. Peningkatan ini didorong oleh tekanan kenaikan inflasi inti dan harga diatur pemerintah (administered price).
Lalu dari sisi harga pangan bergejolak masih melanjutkan tren penurunan. Inflasi inti tercatat sebesar 3,36 persen year on year (yoy), meningkat jika dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat di angka 3,30 persen. Hal ini mencerminkan masih kuatnya konsumsi masyarakat, yang juga tercermin pada kenaikan inflasi beberapa kelompok pengeluaran, seperti perumahan, rekreasi, dan perawatan pribadi, dan jasa lainnya.
Tren penurunan inflasi kelompok pangan bergejolak berlanjut di mana tercatat sebesar 5,61 persen yoy, lebih rendah dari inflasi November yang mencapai 5,70 persen. Namun demikian, secara bulanan (mtm) harga pangan mengalami kenaikan seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) dan masuknya musim penghujan, seperti daging dan telur ayam, serta ikan segar, aneka sayuran seperti tomat, cabai rawit, bayam), dan beras.
Inflasi harga yang diatur pemerintah juga mengalami peningkatan menjadi 13,34 persen yoy. Naik dari angka pada November sebesar 13,01 persen yoy, didorong oleh naiknya tarif angkutan, rokok, dan tarif air PAM. Peningkatan tarif angkutan udara dan kereta api terutama didorong oleh permintaan pada masa liburan Nataru.
Secara umum, sepanjang 2022, laju inflasi mengalami peningkatan yang disebabkan oleh tekanan harga global, gangguan supply pangan, dan kebijakan penyesuaian BBM, selain juga karena meningkatnya permintaan masyarakat dengan membaiknya kondisi pandemi.
Beberapa komoditas yang dominan mendorong inflasi adalah bensin, bahan bakar rumah tangga, dan tarif angkutan udara. Naiknya harga CPO global juga mendorong kenaikan harga minyak goreng pada Semester I 2022. Gangguan cuaca yang terjadi di pertengahan tahun juga sempat mendorong naiknya volatilitas harga aneka cabai dan bawang merah meskipun kemudian mereda di akhir tahun.
Dalam upaya menjaga stabilitas harga, Pemerintah terus memonitor harga dan stok bahan pangan serta melakukan berbagai kebijakan, antara lain operasi pasar, pasar murah, intervensi harga, dan pengawasan distribusi. "Pemerintah terus menjaga kelancaran arus distribusi dan ketersediaan armada pengangkutan di tengah perubahan cuaca dan gangguan iklim.
"Serta kebijakan mengantisipasi lonjakan inflasi transportasi di masa Nataru," jelas dia.
Sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan Bank Indonesia melalui TPIP-TPID terus diperkuat guna menjaga terkendalinya tingkat inflasi nasional serta mengurangi disparitas harga antarwilayah. Sebagai dukungan dalam pengendalian inflasi, Pemerintah terus berupaya mengoptimalkan peran APBN dan APBD sebagai shock absorber.
"Optimalisasi penyaluran anggaran ketahanan pangan serta penyaluran Belanja Wajib Perlindungan Sosial dan Belanja Tidak Tetap (BTT) APBD terus dilakukan untuk mendukung terkendalinya inflasi daerah," kata Febrio.