Pengamat: Presiden Hadapi Pilihan Dilematis Reshuffle Kabinet
Rep: Amri Amrullah/ Red: Fernan Rahadi
Reshuffle Kabinet | Foto: Republika/Mardiah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu perombakan (reshuffle) kabinet Indonesia Maju kembali berembus. Analis politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Power Ikhwan Arif mengatakan Presiden Jokowi dihadapkan pada pilihan yang cukup dilematis.
"Presiden Jokowi sering dihadapkan pada isu reshuffle kabinet, kondisi ini yang membuat Presiden Jokowi berada pada posisi dilematis," kata Ikhwan kepada wartawan, Rabu (4/1/2023).
Menurut dia, ada beberapa alasan Presiden Jokowi berada pada posisi yang cukup dilematis. "Pertama, reshuffle kabinet harus berdasarkan pada faktor kinerja bukan semata-mata power sharing. Reshuffle bisa saja terjadi ketika ada menteri yang nilai rapornya merah," ujarnya.
Ikhwan mengatakan reshuffle kabinet dinilai lebih mengarah pada power sharing, dimana muatan politisnya yang cukup kental dalam menyambut pemilu 2024. Kondisinya sekarang partai politik pendukung pemerintah Jokowi dihadapkan pada isu ketidakharmonisan dalam mendukung kerja-kerja pemerintah Jokowi.
"Kekuatan partai politik pendukung pemerintah Jokowi seolah-olah terbelah dua, yang satu melanjutkan titahnya Jokowi yang lainnya membentuk kerja sama politik dengan partai politik yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintah," terangnya.
Lebih lanjut menurut Ikhwan partai pendukung pemerintah yang terbelah dalam menghadapi konstelasi Pilpres 2024, salah satunya adalah partai NasDem. NasDem secara intim dinilai menjalin hubungan dengan partai oposisi pemerintah seperti partai Demokrat dan partai PKS. Terlebih setelah ketiga partai membentuk tim khusus dalam mendukung Anis Baswedan maju pada Pilpres 2024.
Di sisi lain, anggota koalisi partai yang pendukung pemerintah tentu memanfaatkan peluang ini, agar jatah kursi untuk partainya ditambah jika ada kader partai lain yang keluar. Rebutan kursi menteri akan mengguncang stabilitas politik ditengah hangatnya isu pilpres 2024.
"Saya melihat adanya pergeseran kepentingan politik baru antara sesama partai politik pendukung pemerintah dalam menentukan figur capres di Pilpres nantinya," katanya.
Kedua, NasDem menjadi salah satu pilihan dilematis bagi Presiden Jokowi dalam merombak susunan kabinet. Apalagi setelah deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden diduga menyebabkan hubungan NasDem dengan Jokowi mulai dingin sehingga ada yang memanfaatkan peluang ini.
"Perombakan kabinet ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bisa saja posisi menteri diisi oleh partai politik atau diluar partai politik untuk menjaga stabilitas politik di pemerintahan," ujar Ikhwan.
Menurut Ikhwan, Presiden Jokowi secara pribadi tidak terbebani karena tidak lagi maju sebagai capres. Karena sebenarnya tidak hanya Presiden Jokowi, NasDem tentu dilema dengan pilihan politik yang diambilnya.
"Sebagai partai politik yang mendukung Anis dengan elektabilitas cukup tinggi, tentu menguntungkan bagi partai yang tidak memiliki kandidat capres," katanya.
NasDem sebagai partai yang pendukung Jokowi sejak awal pembentukan pemerintahan. Sikap politik yang diambil oleh NasDem realistis dengan mencari figur populer agar berdampak kepada suara partai setelah Jokowi tidak lagi maju sebagai capres.
Pergantian kabinet mungkin saja terjadi dan itu berdampak terhadap NasDem jika Jokowi punya kepentingan dengan capres pasca-2024. Jika tidak, NasDem akan tetap menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi sampai 2024.