REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, tak mempersoalkan dengan diizinkannya ASN menjadi panitia penyelenggara pemilu. Menurut dia, ASN sebagai pelayan publik harus melayani secara adil, tidak diskriminatif, dan profesional, termasuk salah satunya dalam pelayanan tersebut. Soal netralitas ASN, sudah ada batasan dan konsekuensi yang disiapkan.
"Tugas pemerintah memang memberikan fasilitasi dan dukungan dalam penyelenggaraan pemilu. ASN sebagai pelayan publik harus melayani secara adil, tidak diskriminatif, dan profesional, termasuk dalam pelayanan fasilitasi tersebut," ujar Agus kepada Republika, Rabu (4/1/2023).
Menurut Agus, seorang ASN yang akan menjalankan tugas tersebut sudah pasti jelas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang harus dilakukan. Terkait netralitas ASN, dia menyampaikan, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan ASN untuk menjaga netralitasnya pada proses Pemilu sudah jelas.
"Soal netralitas sudah jelas mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan oleh ASN. Larangan untuk tidak netral sudah jelas dan sudah ada konsekuensinya ketika dilanggar," jelas dia.
Beberapa waktu lalu, untuk menjamin terjaganya netralitas ASN, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.
"Tentu kegiatan ini amat sangat penting dalam upaya untuk mewujudkan birokrasi yang netral serta SDM ASN yang bisa men-support agenda pemerintah yaitu salah satunya pemilihan umum yang nanti akan digelar," ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Abdullah Azwar Anas.
Menurut Anas, ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dalam aturan tersebut termaktub, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Ketidaknetralan ASN akan berdampak sangat merugikan negara, pemerintah, dan masyarakat.
"Karena apabila ASN tidak netral maka dampak yang paling terasa adalah ASN tersebut menjadi tidak profesional dan justru target-target pemerintah di tingkat lokal maupun di tingkat nasional tidak akan tercapai dengan baik," jelas mantan Bupati Banyuwangi itu.
ASN perlu mencermati potensi gangguan netralitas yang bisa terjadi dalam setiap tahapan Pemilu dan Pilkada. Potensi gangguan netralitas dapat terjadi sebelum pelaksanaan tahapan pilkada, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah, tahap penetapan calon kepala daerah, maupun pada tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih.
Anas juga menjelaskan, dengan adanya komitmen bersama oleh Kementerian PANRB, Kemendagri, BKN, KASN, dan Bawaslu diharapkan akan terbangun sinergitas dan efektivitas dalam pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai ASN.
Hadirnya SKB netralitas juga tentunya akan mempermudah ASN dalam memahami hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan berpotensi melanggar kode etik ataupun disiplin pegawai.
"Mudah mudahan kegiatan ini nanti akan berdampak luas tidak hanya di pemerintah pusat, tetapi juga di pemerintah kabupaten, kota, provinsi di seluruh Indonesia," jelas dia.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri telah meminta kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, untuk mendukung dan memfasilitasi tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024. Salah satunya dengan mengizinkan ASN menjadi panitia penyelenggara pemilu.
Permintaan tersebut termaktub dalam Surat Edaran Nomor 900.1.9/9095/SJ tentang Dukungan dan Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam Tahapan Penyelenggaraan Pemilu 2024. Surat edaran tersebut diteken Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro pada Jumat (30/12) pekan lalu.