REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai pemerintah perlu memberikan penjelasan lebih mendetail terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2022 tentang Cipta Kerja agar visi mendorong lebih banyak investasi dapat tercapai.
"Setidaknya pemerintah menjelaskan terkait kisruh yang muncul dari terbitnya Perppu ini," kata Ekonom Core Yusuf Rendy di Jakarta, Rabu (4/1/2023).
Yusuf menuturkan, visi UU Cipta Kerja adalah mendorong lebih banyak investasi yang terjadi di dalam negeri. Harapannya agar dengan lebih banyaknya investor yang masuk ke Indonesia untuk berinvestasi, maka akan membuka peluang terciptanya lapangan kerja dan terserapnya angkatan kerja yang ada saat ini. Dengan begitu, dengan terserapnya angkatan kerja ini kesejahteraan para pekerja bisa ditingkatkan.
"Namun, ini dengan asumsi UU Ciptaker dapat diterima semua pihak terkait. Namun kenyataannya, kita melihat adanya ketidaksepakatan antara para pekerja dan pelaku usaha mengenai poin-poin yang ditulis dalam UU Cipta Kerja itu sendiri," kata dia menjelaskan.
Karena itu, ia berpendapat, pemerintah sebaiknya terlebih dahulu melakukan perbaikan dari UU Cipta Kerja sebelum menerbitkan Perppu. Hal inilah yang kemudian menyebabkan banyak penolakan dan ketidaksetujuan dari munculnya Perppu.
Yusuf menyarankan pemerintah menanggapi sejumlah penolakan terhadap penerbitan Perppu dengan melihat kembali pasal-pasal yang sekiranya dinilai tidak mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Menurut Yusuf, masih ada dua hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah selain membentuk regulasi. Pertama, insentif untuk investor seperti insentif pajak maupun insentif seperti harga gas atau listrik untuk keperluan industri.
Selain itu dalam konteks proses pemulihan ekonomi setelah pandemi terjadi, proses pertumbuhan ekonomi juga menjadi salah satu pertimbangan penting bagi investor untuk melakukan interpretasi. Artinya, jika pertumbuhan ekonomi setelah pandemi terjadi bisa tumbuh di level yang tidaknya stabil atau bahkan lebih tinggi.
"Maka tentu investor menilai prospek perekonomian di suatu negara itu cukup baik dan mereka kemungkinan akan melakukan investasi di negara tersebut," kata dia.
Dalam konteks tersebut, ia menilai Indonesia diuntungkan karena setelah pandemi terjadi pada 2020, pertumbuhan ekonomi secara bertahap mencapai level pemulihan seperti sebelum pandemi. Selain itu, pada 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan kembali ke level pertumbuhan 5 persen. Begitu juga pada 2023, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan bisa lebih tinggi dibandingkan 2022.
"Sehingga ini yang menurut saya juga bisa menjadi modal bagi pemerintah untuk mengundang investor untuk berinvestasi di Indonesia," kata Yusuf.