REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cristiano Ronaldo didesak untuk berbicara pula tentang masalah hak asasi manusia (HAM) di Arab Saudi setelah ia dipastikan bermain untuk klub Al Nassr. Superstar Portugal yang disambut kembang api dan gemuruh memekakkan telinga di Stadion Mrsool Park Al Nassr pada Selasa (2/1/2023) itu, mengatakan, ia ingin menjadi bagian dari keberhasilan negara Arab Saudi.
Pemain berusia 37 tahun itu meninggalkan Manchester United pada November 2022 setelah wawancara eksplosif dengan mengkritik klub dan pelatih Man United Erik ten Hag.
Amnesty International mengatakan penandatanganan kontrak Ronaldo itu merupakan bagian dari pola pembersihan olahraga yang lebih luas di Arab Saudi.
Kedatangan mantan penyerang Real Madrid itu seiring dengan latar belakang promosi Arab Saudi ke dunia olahraga termasuk golf, tinju, tenis, dan F1 serta sepak bola, menyusul pengambilalihan klub Liga Primer Inggris Newcastle United pada 2021.
Negara Teluk itu juga sedang mempertimbangkan penawaran menjadi tuan rumah bersama Piala Dunia 2030.
"Alih-alih menawarkan pujian yang tidak kritis terhadap Arab Saudi, Ronaldo harus menggunakan platform publiknya yang cukup besar untuk menarik perhatian pada masalah hak asasi manusia di negara itu," kata Dana Ahmed, peneliti Amnesti Timur Tengah. "Arab Saudi secara teratur mengeksekusi orang untuk berbagai kejahatan termasuk pembunuhan, pemerkosaan, dan penyelundupan narkoba. Dalam satu hari pada tahun lalu, 81 orang dihukum mati dan banyak di antaranya diadili dalam persidangan yang sangat tidak adil."
Pihak berwenang juga melanjutkan tindakan keras terhadap kebebasan berekspresi dan berserikat, dengan hukuman penjara yang berat dijatuhkan kepada pembela hak asasi manusia (HAM), aktivis hak-hak perempuan, dan aktivis politik lainnya. "Cristiano Ronaldo... seharusnya menggunakan waktunya di Al Nassr untuk berbicara tentang segudang masalah hak asasi manusia di negara itu."