REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Pemerintah Iran telah memanggil duta besar (dubes) Prancis di negaranya, Rabu (4/1/2023). Mereka menyampaikan protes terkait sejumlah kartun pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei yang dibuat dan diterbitkan oleh majalah satire Prancis, Charlie Hebdo.
"Republik Islam Iran tidak menerima penghinaan terhadap kesucian serta nilai-nilai Islam, agama, dan nasionalnya dengan cara apa pun," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani kepada dubes Prancis, menurut laporan TV pemerintah.
Kedutaan Besar Prancis di Teheran ataupun Kementerian Luar Negeri Prancis belum merilis pernyataan resmi, terkait pemanggilan dubesnya oleh pemerintah Iran. Pada Rabu lalu, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian juga memperingatkan bahwa langkah ofensif dan tidak senonoh akan memperoleh respons keras dari negaranya. “Kami tidak akan membiarkan pemerintah Prancis bertindak terlalu jauh. Mereka pasti memilih jalan yang salah,” tulis Amirabdollahian lewat akun Twitter-nya.
Majalah Charlie Hebdo telah menerbitkan belasan kartun Ayatollah Ali Khamenei. Majalah yang kerap dibekap kontroversi itu mengatakan, penerbitan kartun-kartun tersebut merupakan bentuk dukungan mereka terhadap gelombang aksi unjuk rasa di Iran yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.
Pada 13 September 2022, Mahsa Amini, wanita berusia 22 tahun, ditangkap polisi moral Iran di Teheran. Penangkapan itu dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Setelah ditangkap, Amini pun ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.
Saat ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengeklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.
Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar aksi demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes.
Sejak aksi demonstrasi pecah, ribuan warga Iran dilaporkan telah ditangkap. Iran bahkan telah mengeksekusi mati dua warganya yang terlibat dalam aksi unjuk rasa. Menurut organisasi Iran Human Rights (IHR), masih terdapat 100 warga lainnya yang menghadapi risiko hukuman mati.