Kamis 05 Jan 2023 11:32 WIB

Warga di Bandung Diduga Jadi Korban Penipuan Perumahan Syariah 

Developer menjanjikan pembayaran uang dilakukan sebanyak tiga kali termin.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Calon pembeli melihat pembangunan rumah di perumahan syariah. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Calon pembeli melihat pembangunan rumah di perumahan syariah. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah warga Kota Bandung yang berprofesi sebagai aparatur sipil negara (ASN) hingga pengacara, menjadi korban penipuan developer perumahan syariah. Para korban telah melaporkan kasus tersebut ke Polrestabes Bandung.

Mereka telah mendapatkan surat tanda penerimaan laporan (STPL) bernomor STPL/738/V/2022/SPKT/Polrestabes Bandung/Polda Jawa Barat. Orang yang dilaporkan yaitu pimpinan developer berinisial ILK.

Baca Juga

Saat dikonfirmasi, Kasi Humas Polrestabes Bandung AKP Rose mengaku, akan terlebih dulu mengecek laporan tersebut. "Nanti dicek dulu," ujarnya, Rabu (4/1/2023).

Terpisah salah seorang korban berinisial MR bercerita hendak membeli rumah tinggal pada Desember tahun 2020. Ia pun mendapatkan informasi bahwa terdapat pengembang yang tengah membangun perumahan syariah di wilayah Padasuka, Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Singkat cerita, MR tertarik membeli unit rumah tersebut. Dia pun membayar uang muka senilai Rp 76 juta untuk unit rumah tipe 50. Pada Maret tahun 2021, angsuran pembayaran rumah mulai berjalan sebesar Rp 13 juta per bulan.

Dia mengatakan, perumahan syariah menggunakan sistem tanpa riba untuk pembelian tunai maupun mencicil. Apabila tunai harga rumah sebesar Rp 590 juta sedangkan jika mencicil menjadi Rp 900 juta.

"Bulan Agustus setelah cicilan ke tujuh dikumpulin pihak pengembang, ternyata tanahnya bermasalah dan kalah di pengadilan," ujarnya. 

Pengembang pun, kata MR, menawarkan dua opsi kepada konsumen yaitu pilihan untuk direlokasi atau pengembalian uang 100 persen. Namun, sebanyak 16 orang konsumen memilih untuk uang dikembalikan.

Menurutnya, developer menjanjikan pembayaran uang dilakukan sebanyak tiga kali termin. Namun, hingga Maret tahun 2022 uang miliknya dan teman lainnya tidak kembali.

"Uang saya Rp 163 juta, uang teman-teman lain ada sampai Rp 200 juta," katanya. Karena tak kunjung dikembalikan, MR bersama teman lainnya sepakat untuk melaporkan kasus yang menimpa ke kepolisian. 

Korban lainnya BR mengaku, tertarik membeli rumah karena diiming-imingi cicilan tanpa riba. Namun, ternyata bermasalah.

Dia berharap, pemerintah turun tangan untuk menertibkan developer nakal yang mencari keuntungan dengan embel syariah. "Saya menyayangkan apalagi ini bawa-bawa syariah," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement