Kamis 05 Jan 2023 15:27 WIB

Masyarakat Diminta Hati-Hati Pilih Produk Belum Bersertifikat Halal

Sertifikasi halal memiliki tujuan melindungi masyarakat.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Masyarakat Diminta Hati-Hati Pilih Produk Belum Bersertifikat Halal
Foto: Republika.co.id
Masyarakat Diminta Hati-Hati Pilih Produk Belum Bersertifikat Halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih produk makanan atau minuman. Utamanya hal ini berhubungan dengan produk-produk yang belum memiliki sertifikat halal.

"Imbauan kepada masyarakat, dalam memlih produk harus berhati-hati. Produk itu dikonsumsi, agar tidak mengotori jiwa dan raga, serta menjaga kesehatan mental, maka harus memilih produk yang telah berlabel halal," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (5/1/2023).

Baca Juga

Ikhsan menyebut untuk produk-produk yang tidak jelas kehalalannya maupun tidak ada label halal, ada baiknya tidak dikonsumsi atau ditinggalkan. Cara ini dinilai dapat memberi efek jera kepada produsen maupun importirnya.

Dengan berkurang atau sedikitnya minat konsumen atas produk yang dijual, hal ini akan memberikan efek jera. Setelahnya, diharapkan produsen bisa terdorong untuk melakukan sertifikasi halal di Indonesia.

"Ini juga bisa menjadi efek jera bagi produsen atau importir, produk mereka menjadi tidak laku. Jadi jangan asal murah, siapa tahu produknya memang tidak halal," katanya.

Ia menyebut sertifikasi halal ini memiliki tujuan melindungi masyarakat. Karena itu, produsen maupun importir juga harus memberi perhatian akan hal ini, yaitu memberi perlindungan kepada konsumen.

Perihal aturan sertifikasi ini disebut sudah jelas tertera pada UU No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Dalam Pasal 4 disebutkan, produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

"Terkait halal di Indonesia, itu pirantinya sudah cukup, berupa UU No 33 Tahun 2014. Walaupun masuk ke Omnibus Law atau UU Cipta Kerja, pasal itu tidak berubah," ucap Ikhsan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement