Jumat 06 Jan 2023 15:11 WIB

'Perppu Ciptaker Sudah Sistematis, Presiden Tiga Periode Juga tak Mengejutkan'

Pengamat sebut Perppu Ciptaker sudah sistematis presiden tiga periode tak mengejutkan

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bilal Ramadhan
sejumlah buruh melakukan unjuk rasa untuk penolak Perppu Cipta Kerja. Pengamat sebut Perppu Ciptaker sudah sistematis presiden tiga periode tak mengejutkan.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
sejumlah buruh melakukan unjuk rasa untuk penolak Perppu Cipta Kerja. Pengamat sebut Perppu Ciptaker sudah sistematis presiden tiga periode tak mengejutkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Amalinda Savirani, mengaku khawatir Indonesia seperti yang banyak akademisi perkirakan. Perppu 2/2022 contoh konkret cara-cara penguasa yang semakin canggih dan sistematis.

Atas kehadiran Perppu Cipta Kerja itu, ia mengaku terkejut dan tidak terkejut. Terkejut dalam arti pintar sekali mencari waktu akhir tahun. Tidak terkejut karena caranya konsisten dengan pola-pola yang terjadi 5-10 tahun terakhir.

Baca Juga

Sebab, jika dilihat cara-cara penguasa melegalkan keinginan mereka konsisten, dan semakin hari jalan-jalan yang dipakai semakin canggih dan sophisticated. Dari segi ekonomi, ada kecenderungan Indonesia semakin menuju liberalisasi.

Tenaga kerja terus dijual murah. Ia memperkirakan, mungkin anggaran sudah sangat besar dan utang sudah hampir Rp 7.000 triliun yang mendorong beragam proyek-proyek ambisius seperti ibu kota baru, yang mendukung perilaku politik tersebut.

"Semua sungguh-sungguh bagian dari kekurangan sumber daya material. Bahkan, yang saya khawatirkan akan mencederai demokrasi. Kita jadi berpikir, apakah kita akan tiba-tiba di ujung nanti seperti presiden tiga periode, ini pun tidak mengejutkan lagi melihat pola-pola yang ada," kata Amalinda.

Sepertinya, ia merasa, sudah tidak ada lagi opsi-opsi lain karena panik mencari uang dengan berbagai cara ditempuh. Mungkin ada aspek tekanan global, kompetisi antar negara, disembunyikan dengan rezim buruh murah yang sebelumnya dihentikan.

Sebelumnya, lewat UU Ketenagakerjaan kita sudah menghentikan rezim buruh murah. Tapi, sekarang malah kembali lagi, dan betul-betul Indonesia menjadi rezim yang terpusat ke eksekutif, yang lain tinggal iya-iya dan menjadi bagian konsolidasi.

"Dengan beragam strategi yang semakin canggih dari segi timing, urutan, sekuen, sudah diatur sedemikian rupa, seperti sudah ada skenario yang kita belum tahu, ada drama yang babak-babaknya mereka sudah tahu semua, tahu kapan harus muncul," ujar Amalinda.

Amalinda turut mempertanyakan, Partai Buruh yang mendukung dari segi proses tapi menolak dari segi substansi. Ini membingungkan publik karena buruh mendukung proses yang tidak melibatkan DPR, semua pro cheap labour dan pro investasi.

Ia mengingatkan, Partai Buruh akan masuk parlemen dan berhubungan dengan rekan-rekan DPR barunya, menjadi wakil rakyat. Namun, dengan mendukung proses yang tidak demokratis ini, menjadi pertanyaan bagaimana Partai Buruh ke depannya.

"Partai Buruh sekarang sedang butuh dukungan publik, dengan distrust yang sangat tinggi hari ini, ada harapan ke partai buruh, pernyataan mendukung Perppu bikin ilfeel, sedang sindikasi sudah mengeluarkan berbagai pernyataan menolak Perppu," kata Amalinda.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement