Pengamat: Sistem Proporsional Tertutup Perkuat Oligarki, Hambat Partisipasi Politik
Rep: Amri Amrullah/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Pemilu | Foto: republika/mgrol100
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Power Ikhwan Arif mengatakan, wacana pemberlakuan kembali sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 dikhawatirkan akan memperkuat kembali sistem oligarki kepartaian. Selain itu sistem ini akan melemahkan prinsip pemilihan umum secara langsung.
"Sistem proporsional tertutup bisa menghambat keinginan langsung rakyat dalam memilih secara langsung, kita akan kembali lagi ke model Pemilu di zaman Orde Baru," ujarnya kepada wartawan, Ahad (8/1/2023).
Ikhwan berpendapat, sistem proporsional tertutup memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya adalah menghambat partisipasi publik dalam Pemilu, serta mempersempit kesempatan publik dalam hubungan antara pemilih dan wakil rakyat yang ingin dipilih.
Sistem proporsional tertutup, menurut Ikhwan, dapat merusak pola distribusi kepentingan langsung antara rakyat dan elite politik sebagai penguasa. Komunikasi politik tidak berjalan secara efektif. Kemudian berkurangnya keinginan publik untuk maju sebagai calon anggota legislatif sebab kesempatan besar ada di tangan partai politik sehingga krisis calon anggota legislatif juga menjadi sulit dihindari.
Hal ini bisa menyebabkan melemahnya kepercayaan publik (public trust), sebab kader partai politik yang duduk di parlemen nantinya sudah bisa diprediksi sejak jauh-jauh hari lantaran keputusannya ditentukan oleh partai.
"Pada sistem proporsional tertutup, partai berkuasa penuh dan menjadi penentu siapa-siapa saja yang akan duduk di kursi legislatif, perolehan suara partai menjadi penentu dan kemudian suara partai dikonversikan ke jumlah kursi, ini yang menghambat prinsip partisipasi secara langsung," katanya.
Di samping itu menurutnya sistem Pemilu proporsional tertutup juga mempunyai keuntungan. Sistem ini dinilai mampu meminimalisir biaya pemilu sehingga lebih murah dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka.
"Biaya politik memang lebih murah, karena yang dipilih hanya partai politik bukan caleg yang diinginkan rakyat, ini yang menurut saya menjadi alasan utama KPU menginginkan sistem ini digunakan kembali," jelasnya.
Jika dilihat pada pelaksanaan Pemilu beberapa dekade terakhir, tidak sedikit kader Parpol yang sudah berjuang dan bekerja keras membesarkan partai selama ini, justru tidak terpilih dalam pemilu legislatif.
"Deparpolisasi pun menggeliat. Dengan modal uang dan popularitas, figur-figur yang masuk ke Parpol secara instan bisa terpilih tanpa harus bersusah payah menjadi pengurus partai," jelasnya
Sebelumnya Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memberikan penjelasan kemungkinan Pileg dilakukan secara proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Hasyim mengatakan hal itu lantaran adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggunakan kembali proporsional tertutup.
"Ada permohonan judicial review atau gugatan terhadap norma sistem proposal terbuka menjadi sistem tertutup, saya rasa kan bisa mengikuti sidangnya di MK atau informasi di website MK," ujar Hasyim di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2022).